Selasa, 07 Desember 2010

Air, Mata Air dan Air Mata


Sudah lama tidak turun hujan. Desa kami kering kerontang. Tidak ada lagi air, mata air telah kering. Hanya air mata yang terus mengalir membanjiri pelupuk mata bayi-bayi di desa kami yang semakin hari semakin keras saja tangisan kelaparan dan kehausan itu. Bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda-pemudi, anak-anak, tak kalah pula nenek dan kakek berbondong-bondong berlarian untuk berebut air ketika sebuah truk pengangkut air datang. Melihat keadaan ini memilukan. Semua pun tahu air itu tak akan cukup memenuhi kebutuhan satu desa ini. Akan tetapi ada kalimat sederhana yang mampu menyihir setiap orang untuk bertahan berebut air itu, ”Siapa cepat dia dapat!” Maka tak seorang pun diantara kerumunan itu akan mau berbagi apa yang telah didapatkannya. Semua mau air. Semua berebut air.

Begitu pula aku. Aku juga mau air. Di bawah matahari yang bersinar sangat terang tanpa menggunakan alas kaki aku ikut berdesak-desakkan dengan orang-orang itu. Dengan semangat membawa dua dirijen besar aku mengikuti aturan main mereka dengan mengantri. Bahkan meskipun sudah mengantri masih saja ada seorang ibu yang berteriak meminta belas asih semua orang yang ada disini. ”Bapak-bapak, mas-mas, tolonglah saya, anak saya lima tidak ada suami pada belum makan mau masak tidak ada air, tolonglah diringankan. Duh Gusti...”

Tidak ada yang mau peduli. Semua ingin air. Berulangkali aku memandangi ibu-ibu itu semakin aku ingat kata-kata ibuku ketika aku hendak berangkat mengambil air. Ketika seorang laki-laki berlari kencang sambil berteriak-teriak mengucapkan kalimat yang sama, ”Woi truk air sudah datang! Woi cepat! siapa cepat dia dapat!” Mendengar teriakan itu. Ibu segera membangunkanku dan menyuruhku untuk segera ikut antrian air itu sambil terus mengingatkan aku.

”Pokoknya harus sampai dapat, jangan keduluan orang lain! Dua dirigen itu harus penuh semua!” katanya. ”Aku nanti menyusul dibelakang! Ikutan mengantri juga!”
Aku pun mengangguk dan segera berlari, tak aku pedulikan alas kakiku, yang aku tahu hanya satu hal, Aku harus dapat air! Ditengah-tengah kerumunan itu tiba-tiba seorang laki-laki paruh baya melakukan hal yang membuat semua orang disini memperhatikannya dengan terkejut. Dia menarik ember seorang perempuan muda dan membuang air itu ke tanah, seolah-olah dia tak membutuhkan air. Padahal semua orang disini dengan susah payah mengantri, berlarian dan berdesak-desakan hanya untuk mendapat air. Ini musim sulit dan penderitaan bagi orang-orang kami. Tetapi laki-laki sinting ini dengan tanpa dosa merebut air orang dan membuangnya begitu saja, sungguh gila! Kemudian dia berteriak-teriak. ”Hei semuanya! Inilah yang telah dilakukan tuhan pada kita, tidakkah Dia mengerti? Makhluknya hampir mati karena kehausan dan kelaparan. Untuk apa Engkau menciptakan kami, jika akhirnya Engkau bunuh pula kami dengan kondisi haus dan lapar. Kyai-kyai itu berkata: Engkau menciptakan segalanya Tuhan! Air, tanah, api, dan bahkan airmata kami. Tidakkah mudah bagi-Mu menciptakan hujan! Aku takkan berhenti menghujat hingga hujan itu tiba!”

Aku hanya terdiam menatap lelaki itu. Entah mengapa aku begitu takut, apa jadinya jika Tuhan menjadi marah. Seketika aku justru merasakan udara yang semakin memanas dan hembusan angin yang begitu kencang. Dalam hati aku berbisik, ampuni kami Tuhan.


Yogyakarta, 1 Desember


*Gambar diambil dari michelch.deviantart.

Jumat, 29 Oktober 2010

Intermezo: My Past Journey :))


Perjalanan saya ke Inggris banyak ditanyakan oleh teman-teman & kerabat. Katanya, kenapa tiba-tiba bisa ke Inggris dan gratis pula?

Semua ini bermula dari diterimanya saya di program Global Xchange, sebuah program program pertukaran relawan (volunteering) antara remaja Indonesia dan Inggris yang diselenggarakan oleh British Council. Program ini berlangsung selama 5 minggu di Yogya—Indonesia dan 5 minggu di Luton—Inggris, kegiatannya beragendakan volunteering di beberapa work placement (biasanya sebuah LSM atau yayasan milik pemerintah) yang telah ditentukan, Global Community Day (GCD) dan Community Action Days (CAD). Sedangkan agenda kegiatan lainnya seperti training dan pengenalan budaya setempat. Mengikuti program ini selain bisa belajar berkomunikasi dengan bahasa inggris dan budaya, juga menambah skill dan pengetahuan kita mengenai berbagai macam isu-isu penting. 


Proses untuk bisa diterima program ini sebetulnya sudah sangat lama, sejak dinyatakan lulus 20 besar hingga 10 besar sejak bulan Februari dan program baru dimulai bulan Juni.
Ini link Global Xchange: britishcouncil.

Sebetulnya banyak sekali tulisan saya yang diposting di Blog ini berkaitan dengan kegiatan Global Xchange, tapi karena saya orangnya sedikit tidak teratur dan moody.^^ Jadi tidak terlalu banyak dijelaskan. Contoh postingannya yaitu, birthday suprise dari teman-teman sesama volunteer GX, Global Citizenship Day (GCD) beberapa puisi seperti Mimpi dan Aku akan Baik-Baik Saja atau juga cerpen A Song terinspirasi dari perjalanan saya di Inggris.

Jika ingin mengetahui lebih lanjut tentang Global Xchenge, berikut ini ada pula tulisan-tulisan sesama volunteer Global Xchange yang menarik untuk dibaca:
- introduction ditulis oleh Tika, salah satu participant GX
- semua berawal dari sini ditulis oleh Tika, salah satu participant GX
- not the team A or the team B ditulis oleh Tika, salah satu participant GX
- antara bus Luton dan Yogyakarta ditulis oleh Icha, salah satu participant GX
- Terima Kasih ditulis oleh Icha, salah satu participant GX

~cheers :)

Global Citizenship Day (GCD) -- Indonesia Phase

Our idea for Global Citizenship Day (GCD) is to discuss the role of youth in peace actions. An issue of peace is popular among young people or students, but awareness is not accompanied with the consciousness of peace to avoid conflict. Sometimes we unknowingly in our society if we do the trigger actions very often that may lead to conflict. In Indonesia, conflicts often happen, such as events in Poso, Sampit, or Aceh. While in Yogyakarta, such conflicts between gangs of senior or junior high schools are also often published by the regional and national mass media. For that reasons we picked the theme "Youth for Peace" in our GCD as a basis for raising awareness of the importance of the role of youth in promoting peace. However all of the people in this world want to live safely and peacefully without any fear or resentment because it is individual rights of every human.


In this time we invited expert speakers from the community of Peace Generation. The community consist of vibrant group of young people involved in voicing issues of peace among the youth, they also try to encourage youth people throughout the city to support and become part of the real action peace. Their presence in the GCD is to help convey the message of creating peace through discussions and games that can arouse inspirations from other volunteers about the awareness of peace.


Concept for GCD was to have everybody involved in discussion on definition and meaning of peace, sharing experiences about different background in their life, games, and then we would end with a declaration of peace. We also asked the volunteers to present their own definition and meaning of peace on a piece of paper which will be bound into a book that will become a souvenir if the Global Xchange (GX) program has finished. The sharing of different experiences was also become an important aspect to the discussion. The volunteers all come from different circles and backgrounds, so they will have different experiences on the issue of diversity and peace. With the implementation of experience-sharing activity, they will also enhance their understanding of each other and appreciate difference is not a hindrance. The name of the game that will be played is "Viva la Differentia", the main factor of the conflicts usually caused by the differences, therefore this time we invent a game to test the volunteer ability to accept differences among friends who are also a working partner in a team. The programme will be closed with the declaration of peace. This declaration was made GX team by dipping their hand in paint, and then transferred onto a piece of cloth. We hope that this declaration was not just a handprint, but volunteers really believe in staying away from conflict, promoting peace and harmony.



In the end we want to convey that conflict is often triggered by insignificant issues such as differences in individuals that wrongly considered abnormal. For example, differences in ethnicity, religion, or opinion. Yet every person in the world is different, as volunteers of the Global Xchange team 101 also come from different aspects of life. It is important for us all to understand the significance of being different in order to create a true peace in the world.

M.

Jumat, 10 September 2010

Quote again^^


"People with goals succeed because they know where they are going... It's as simple as that."
- Earl Nightingale

Kutipan ini mungkin memiliki hubungan erat dengan pentingnya buat kita punya yang namanya tujuan hidup =D. Kadang sepele, tapi ternyata memang mempengaruhi kok. Gak ada salahnya kan kalo kita mulai meninjau ulang tujuan hidup kita...^^




*foto diambil ketika di bandara internasional dubai

Semarak Takbir, Semangat Menyambut Hari yang Fitri


Allahu akbar, Allahu akbar, Laa Ilaaha Illallah, wallahu akbar, Allahu akbar, walillahil hamdu

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, dan Allah Maha Besar, dan bagiNya semua pujian”. (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad shahih)




Bertakbiran bukanlah sekedar budaya dalam masyarakat Islam akan tetapi juga syariat.

Malam terakhir di bulan Ramadhan ini, masyarakakat Kotagede dihibur dengan gemerlapan lomba takbiran keliling. Peserta lomba takbiran keliling ini diikuti oleh warga Yogyakarta, mulai dari masyarakat Kotagede, Purbayan, Selokraman, Kauman, Nitiprayan, dan beberapa daerah lainnya.









Tidak hanya sekedar pawai, mereka juga menghiasi lampion dengan berbagai macam kreasi yang sangat kreatif. Juga seragam pawai yang mereka kenakan sangat bervariasi.







Ketika pawai sampai didepan pasar Kotagede para peserta juga harus menunjukkan berbagai macam atraksi sesuai dengan tema yang dibawakan oleh peserta.









Semangat yang mereka tunjukkan bukan hanya semangat kebersamaan, melainkan semangat menyambut datangnya hari nan penuh fitri, yang sudah patut disambut dan dinikmati malam keindahannya.

Semoga tidak hanya disadari dengan kata-kata akan keindahan maknanya melainkan juga dengan tindakan. Mari jadikan malam takbiran ini sebagai malam untuk sebuah perubahan diri.

Selamat Idul Fitri bagi seluruh umat muslim di dunia. Mari kita rayakan hari kemenangan ini. Eid Mubarak!!


Taqaballahu minna wa minkum minal aidin wal faidzin.
(Semoga Allah menerima amal ibadah kita dan mengembalikan kita sbg org yg berjuang dan kembali pd kemenangan).

Mohon maaf lahir dan batin^^

Rabu, 08 September 2010

Quotes and ideas to move and inspire you...^^


Don't follow your dreams; chase them.
- Richard Dumb

Akh, terkadang saya begitu naif pada diri sendiri, saya memiliki sejuta mimpi. Tapi entah mengapa rasa malas itu masih sering berkutat dalam benak saya. Berbagai macam cara saya lakukan untuk kembali membangkitkan mimpi dan cita-cita saya^^

Termasuk quotations atau kutipan-kutipan sederhana namun inspiratif dan mampu memotivasi.

Maka, kata-kata Richard Dumb begitu menyentuh pikiran dan hati saya dikala membutuhkan sebuah motivasi dan inspirasi.

Terkadang satu kesempatan emas itu datang bukan dengan hal yang besar melainkan dengan sesuatu hal yang sederhana, sangat simple.

Meskipun mimpi kita adalah sesuatu yang besar tapi jalan menunju mimpi itu selalu berawal dari kesempatan yang tidak pernah kita duga.

Always keep your dreams alive,
Always keep they coming true.





*Gambar diambil di Dunstable Downs, Bedfordshires, Inggris.

Senin, 06 September 2010

A Song



“Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be.”


Lagu itu terus mengalun dalam benak Kirana. Sambil menatap monumen tua yang hampir sepuluh tahun meninggalkan memori penting dalam hidupnya. Dipandanginya bunga-bunga yang berjejeran mengelilingi monumen itu. Beraneka warna bunga yang mereka persembahkan. Kirana tetap memilih mawar putih tak berduri, baginya bunga itu adalah simbol ketulusan akan perjuangan hidup. Diletakkan bunga itu berjejer dengan bunga yang lain. Diucapkannya sebuah permohonan. Setelah selesai, segeralah Kirana meninggalkan tempat itu. Dia berlalu untuk mencari seseorang yang tinggal dengan alamat dalam kertas lusuh yang disimpannya lebih dari lima tahun terakhir.

“Kau akan menyesal seumur hidupmu jika tidak menemukannya” batinnya.

Kirana masih ingin menanyakan masa lalu hidupnya, bukan hanya untuk memuaskan keingintahuannya tapi juga untuk masa depannya. Meski tak satu pun mampu menjawab apa yang dikehendakinya. Kirana tak pantang menyerah. Hidupnya akan tetap sama jika dia tak mampu menemukan jawaban itu.


Hembusan angin lembut yang menyibakan rambutnya, mengingatkannya pada padang rumput yang kini tak ada lagi. Hanya ada bangunan-bangunan baru yang berderet sepanjang jalan menuju kota. Kirana tak bisa lagi membohongi pada dunia bahwa dia begitu merindukan tempat itu.

“Ini adalah penantian panjang” ucapnya suatu hari pada kekasihnya.
“Maksudmu?”
“Aku akan segera mengetahui siapa ibuku sebenarnya?”
Lelaki itu terdiam. Menghela nafas panjang.
“Apa?” sahut Kirana menantang kebisuan sang kekasih.
“Dia meninggalkanmu begitu lama, kau masih ingin mencarinya?” Tanya sang kekasih tanpa pikir panjang.
“YA” jawab Kirana dengan tegas. “Kau tak pernah tahu bagaimana rasanya hidup tanpa seorang Ibu”.
“Tapi wanita seperti itu tak pantas kau sebut ibu” tandas sang kekasih.
Kirana tersentak kaget. Dipandanginya wajah sang Kekasih yang terlihat sangat kesal.
“Cukup! Kau bukan siapapun tak berhak mengatur hidupku lagi” Teriaknya sambil berlalu.

Kirana tahu betul lelaki itu mengejarnya. Amarah tak tertahankan membuatnya tak ingin kembali pada sang kekasih. Itulah awal mula perpisahannya. Kirana tak ingin menemuinya lagi. Tidak lagi.

Ayahnya meninggal sejak Kirana berumur 12 tahun. Baginya tak banyak yang dia ingat dari sang Ayah. Hanya satu memori itu, sang Ayah yang sering menyanyikannya lagu Que Sera Sera. Selebihnya hanyalah cerita dari orang-orang terdekat. Bukan kesalahan siapapun jika semua itu terjadi pada Kirana. Dirinya tahu bahwa sang Ayah begitu mencintainya. Kirana tak akan hidup jika tanpa kerja keras sang Ayah.

Kehidupanlah yang membimbing menjadi dewasa. Kirana tahu kerasnya hidup sebelum saatnya untuk tahu. Kirana merasakan pahitnya hidup sebelum rasa pahit itu ada dalam hidupnya. Hidup dengan belas kasih orang bukanlah hidup yang menyenangkan. Kirana tak butuh retorika tentang makna hidup, yang dia tahu hanyalah bagaimana untuk tetap hidup. Meski kini tujuan hidupnya berubah. Kirana masih ingin mencari sosok ibu yang telah lama hilang dari hidupnya.



Sampailah kaki ini pada alamat yang dicarinya. Tak seperti yang dibayangkan. Rumah itu begitu mungil. Bunga-bunga indah bermekaran di halaman rumah. Batu-batu tertata rapi membentuk jalan setapak. Sebuah lampu taman berbentuk angsa melengkapi nuansa keindahan taman sederhana yang dibatasi dengan pagar putih bersih.

Tiba-tiba tak sedikit pun keberanian muncul dibenaknya. Matanya tertuju pada pintu depan rumah itu. Dirinya hanya mampu memandangi rumah mungil itu dari seberang jalan. Kebingungan muncul dihatinya. Kekuatan yang mendorongnya berjalan hingga sejauh ini pun hilang sia-sia.

Satu jam telah berlalu. Keberanian itu belum muncul juga.

“Kau akan menyesal seumur hidup” gumamnya.

Dua jam telah berlalu. Matahari sudah mulai bosan menyinari. Kirana masih tetap berdiri dan memandangi rumah itu. Entah mengapa, rasa takut itu muncul. Mungkin saja alamat ini salah. Bagaimana bisa Kirana tahu jika dirinya pun tak mencoba masuk kerumah itu.

Kirana pun teringat sang kekasih yang sudah dicampakkannya.

“Mungkin dia ada benarnya” desahnya kemudian.

Saat itu Kirana memutuskan untuk menyerah pada kenyataan, hingga terdengar sebuah lagu yang tak asing lagi bagi telinga Kirana, lagu itu mengalun perlahan dari rumah itu.

“When I was just a little girl
I asked my mother, what will I be
Will I be pretty, will I be rich
Here's what she said to me.

Que Sera, Sera,
Whatever will be, will be
The future's not ours, to see
Que Sera, Sera
What will be, will be”.


Sebuah senyuman muncul dari bibir Kirana. Dengan segenap kekuatan didatangilah rumah mungil itu. Sambil terus mengucap doa dalam hatinya, semoga itu ibu.





Yogyakarta, 20 Agustus 2010.

*Lagu “Que Sera, Sera” (Whatever will be, will be)
Apa yang akan terjadi, terjadilah.