Kamis, 28 Januari 2010

Sebuah Catatan Singkat: Membaca Masa Lalu

Membaca Masa Lalu

Membaca tulisan-tulisanku lima tahun yang lalu membuatku merasa begitu lemah. Tidak seperti sekarang. Saat itu aku sungguh bersemangat dan penuh dengan sejuta mimpi-mimpi. Aku begitu ingin mengenal diriku sendiri, hingga banyak hal yang aku tulisan sebetulnya hanyalah sebuah dugaan seperti apakah diriku ini sebenarnya? Semua itu hanya ingin menunjukkan bahwa pencarian jati diriku saat itu begitu besar. Keinginanku untuk mengenal diriku sendiri begitu dalam. Aku malu pada masa depan jika aku gagal sehingga keinginanku untuk berubah pun muncul. Tapi saat itu aku tak pernah menyadarinya. Aku betul-betul tidak pernah menyadarinya! Buku diary itu ditulis hanya karena sebuah tugas mata pelajaran sosiologi. Semua yang tertulis disana hanyalah sebuah kilasan kehidupanku saat itu. Tak banyak memori yang tersimpan akan tetapi banyak harapan-harapanku akan masa depan. Sejak membuka buku diary itu dihalaman pertama seakan-akan aku kembali mendengar semua rekaman ingatanku. Lorong-lorong asrama, bunyi bel tanda masuk kelas, teriakan teman-temanku dan bahkan bau asap dapur (saat menulis buku diary ini asrama ku terletak paling belakang ‘VIP’ dan dekat dengan dapur). Aku memang menikmati penyusunan buku itu. Bahkan aku merelakan untuk tidak tidur siang demi menuliskan cerita-cerita yang terjadi hari itu. Itu semua adalah ekspresi masa muda yang bermakna namun sangat singkat. Kadang aku sendiri tidak mengerti kenapa aku menuliskan demikian, dilain pihak, aku begitu mengagumi tulisan-tulisanku sendiri-bagaimana mungkin aku menulis kata-kata begitu bermakna dan mendalam? Begitulah kira-kira. Buku diary membuat kita membaca masa lalu. Tapi aku yakinkan buku diary ini berbeda. Aku jadikan buku diary ini edisi khusus dalam hidupku. Aku sebetulnya memiliki juga beberapa buku diary. Tapi entah mengapa ini begitu special. Buku diary ini seperti Introductory of my Life. Aku menerangkan diriku begitu details sehingga aku pun menyadari akan sikap dan perilakuku yang kadang tak terduga sebetulnya merupakan akibat dari sifatku itu sendiri.

Hal yang juga membuat aku menjadi heran, entah bagaimana aku mendapatkan kata-kata yang maknanya luar biasa, kata-kata itu berasal dari seorang filosof Jerman bernama Kierkegaard dan aku menuliskannya diawal buku diaryku. Begini bunyinya: Hidup manusia baru dimengerti dari belakang. Tetapi harus dijalani dari depan. Aku menjadi merefleksikan kembali kehidupanku. Aku membaca sejarahku dan mulai berjalan mundur selama lima tahun, dapatkah aku mengerti makna kehidupanku selama lima tahun sejak aku menuliskan buku diary ini?