Selasa, 01 Februari 2011

Surat Cinta 2: Menepis Kenangan

Kembali ke tempat ini justru membuatku kembali membuka kenangan lama. Jalanan ini begitu familiar dalam ingatanku. Cahaya lampu jalanan dilengkapi dengan bangunan-bangunan model Belanda. Keindahan yang begitu alami. Aku pun menikmati semua yang ada dihadapanku ini. Suasana inilah yang senantiasa terjadi ketika malam mulai turun. Lampu-lampu menyala. Binar-binar cahaya lampu malam memberikan nuansa romantisme yang begitu dalam.

Lalu lalang orang pulang dari bekerja. Pedagang kaki lima yang sudah mulai bersiap-siap menyambut datangnya malam.

Aku masih menyusuri jalanan ini sambil mengenang beberapa episode kehidupan yang telah aku lalui. Tapi kali ini aku merasa begitu muram. Malam ini terasa lengang meski orang-orang telah sibuk. Suasana hatiku yang tidak begitu baik justru membuatku semakin gelisah. Ingatan ku berangsur-angsur merangkai satu peristiwa yang justru sangat ingin untuk aku lupakan. Ditambah lagi bus yang aku tunggu-tunggu tak datang jua. Hal ini justru akan membuatkku semakin gelisah. Aku sangat takut dengan perasaanku semakin aku merasakannya semakin aku merasakan sakit yang tak kunjung reda.

Aku mulai tak tenang dengan perasaanku sendiri. Udara malam yang semakin dingin menjadikan perasaanku semakin gundah. Aku tak ingin mengingatnya. Tak ingin, sedikit pun.

***

Hari itu, setelah kami melewati jalan panjang, jalan yang sangat terkenal dengan pedagang kaki lima. Kami bermain-main di sebuah bangunan tua bekas kejayaan Belanda pada zaman penjajahan. Saat dimana kami sangat beruntung dengan adanya Festival Tahunan bagi kota yang penuh dengan kebudayaan ini. Kami bisa menikmati hal-hal yang berhubungan dengan seni dan budaya. Beberapa lukisan, karya seni, belum lagi kami juga menikmati tempat ini sebagai museum hasil perjuangan para pahlawan Indonesia.
Dan aku begitu bahagia bisa menikmati semua suasana ini dengan teman-temanku dan orang yang aku cintai. Bahkan hari itu aku begitu yakin, orang yang saat itu ada disampingku adalah orang yang sangat penting dalam hidupku kelak. Mungkin.

Meskipun lelah kami semua sangat bahagia. Keindahan kota Ini memang mutlak bagi para turis lokkal seperti kami maupun turis internasional; Kami juga menikmati keindahan kota ini dari atas bangunan tua, yang mampu menjangkau pemadangan tempat-tempat indah dari kejauhan.



Menyusuri kota indah ini dengan kendaraan tradisional adalah hal istimewa. Menikmati setiap angin yang menyapu wajah kami, meski kami kelelahan setelah perjalanan yang panjang, kami bahagia. Seolah-olah kelelahan kami adalah kebahagian, sebuah kisah yang tak terlupakan. Hingga aku pun berjanji kelingking untuk tetap terus bersamamu merasakan kembali kebahagian kita dan kembali bersama di tempat ini. I love us.

***

Aku mengalihkan semuanya, terlebih bus hijau yang kunanti-nanti itu telah ada dihadapanku.

Malam ini aku mengingatnya dan ingatan-ingatan itu justru semakin membuatku terkapar diatas masa lalu. Semakin membuatku bersalah. Apa yang bisa dilakkukan seorang wanita seperti ku, menghapusnya atau justru mengenangnya.

Tak ada seorang pun yang mampu mengembalikan waktu, saat ini ada hal yang pantas aku jalani, masa lalu tidak untuk dijadikan penyesalan belaka. Ada kehidupan selanjutnya yang harus dihadapi. Meski kehidupanku saat ini tidak sempurna tapi inilah yang aku miliki, kehidupan ini yang membuatku bertahan hingga kini. Masih ada sekelumit harapan di masa yang akan datang. Yang mungkin lebih baik dan yang mungkin lebih indah.

Maafkan aku atas semua kisah itu. Aku tak bermaksud melakukannya. Aku pun tak tahu jalannya akan seperti ini, aku tak mampu menebak masa depan. Maka biarkan aku menepis kenangan ini. Bukan untuk saat ini saja, akan tetapi selamanya.

Aku tak mampu lagi menyimpannya, maaf.

***

Surat Cinta 1: Clover

Sejak mengenalmu lebih jauh, entah bagaimana dialektika tentang cinta itu muncul dalam pikiranku. Kamu adalah sebuah delusi dan aku menjadi orang yang delusif. Cinta menjadikan segala sesuatu begitu sempurna dimataku. Yang aku tahu, aku menjadi berfantasi dan terbang jauh dalam dunia mimpi. Aku seperti merasakan deliveransi dari realitas, terbebas.

Orang-orang bilang, aku menyederhanakan makna cinta yang tak seharusnya aku lakukan. Aku merasa bahwa cinta itu tak harus dua sejoli. Di kala aku merasa nyaman menatapmu, maka saat itu pula aku merasa itu adalah cinta. Aku tak peduli kalau kau harus tahu bahwa aku mencintaimu. Aku tak merasa kau perlu repot-repot mengetahui bahwa aku begitu mengagumimu.

Mengagumi dirimu, aku seperti menemukan keindahan dalam padang rumput liar yang lebat. Kau adalah daun semanggi berhelai empat diantara rumput liar lainnya. Kau memiliki karakteristik dan pribadi yang berbeda. Bagiku, kau memiliki keempat sisi keindahan itu; cinta, harapan, keyakinan dan keberuntungan. Kau adalah teka-teki yang selalu membuatku terkejut. Kau juga lelaki yang ingin hidup seperti lilin. Memberi cahaya bagi orang lain tetapi membunuh diri sendiri. Seolah-olah aku adalah salah seorang yang merasakan cahaya itu. Cahaya yang memberi isyarat akan kelembutan dan kenyamanan, yang hanya akan dirasakan jika berada didekatmu. “Arrgggh, didekatmu? Apa aku sedang bermimpi?”, kutepuk kedua pipiku. Padahal aku tak pernah berada didekatmu, bagaimana aku bisa merasakan cahaya itu?



Aku memang seperti terhipnotis oleh cahaya itu, yang menjadikan aku selalu berkeluh kesah setiap waktu. Namun aku hanya tersenyum kecut ketika menyadari akan cahaya itu sebenarnya. Cahaya itu adalah sinar yang muncul dari laptopku yang menyala. Sebuah rutinitas absurd yang beberapa kali aku lakukan. Membiarkan kedua bola mataku menatap layar sebesar 11.6 inci dengan cahaya terang dikamarku yang sengaja aku biarkan gelap gulita. Aku merasakan cahaya itu memasuki retina mataku. Cahaya yang memantulkan bayangan tubuhmu. Cahaya yang memantulkan wajah manismu. Aku tak peduli berapa lama laptop ini memutar rekaman kehidupan fiktifmu dalam beberapa episode, tapi bagiku bayangan wajah dan tubuhmu begitu nyata dalam kehidupanku.

Aku bahkan menangisi kehidupanmu. Entah bagaimana dirimu bisa begitu menderita oleh wanita lain dan entah mengapa aku begitu terobsesi dengan semua perasaan ini. Kamu begitu saja disakiti dan aku hanya bisa menatapmu. Aku tak bisa membayangkan jika suatu hari nanti aku dapat menemuimu. Aku bukan tak tahu kalau cinta ini semu atau hal yang tak mungkin bersatu. Tapi wajahmu yang menari-nari dalam imajinasiku terasa begitu ‘nyata’. Aku yang tak pernah lelah menatap wajahmu di layar kaca dan sekali lagi biarkan aku berdoa agar kelak aku bisa menemuimu. Maka biarkanlah aku semakin dekat dengan tujuan hatiku. Atau buatlah aku tersadar akan cinta yang semu ini. Aku seperti diantara mimpi dan realitas.

Aku tak ingin ‘hanya’ menjadi wanita pemuja yang gemar berteriak-teriak ketika menemui. Cintaku padamu adalah sebuah kemewahan. Kamu dilahirkan untuk menjadi impian hidup setiap wanita. Kamu mengabdikan hidupmu pada mimpi orang lain, sedangkan aku senantiasa terpenjara dalam realitas. Semua ini seakan membuatku bertanya, “Cinta macam apa ini?”. Kita tak hanya dipisahkan oleh jarak dan waktu tetapi juga kehidupan.

Maafkan aku jika aku harus menghadapi kenyataan.

Kututup laptopku, kutatap handphoneku. 13 sms dan 25 panggilan tak terjawab. Seandainya engkau tahu, seorang lelaki lain menunggu jawaban cintanya dariku di luar sana. Lelaki yang mungkin tak seindah dirimu. Akan tetapi cintanya sungguh nyata bagiku. Maafkan aku jika aku terpaksa menatap realitas. Aku pun wanita biasa yang juga ingin dicintai. Seandainya engkau tahu, lelaki itu tak lelah menantiku seperti aku menanti episode-episode kehidupan fiktifmu. Sebaiknya inilah akhir dari imajinasiku tentangmu. Meski aku tak rela, kelak kau juga akan menemui wanita yang layak kau cintai. Wanita yang juga datang dari mimpi dengan segala kesempurnaan hatimu.

P.S. Tetaplah menjadi seperti semanggi berdaun empat, agar aku bisa menyebutmu ... a clover.

Prolog: Surat Cinta

Only man can know the pain of having something he does not need,
while needing something he does not have...

-Nizami,menggambarkan Qais menjadi 'Majnun' dalam Laila Majnun.

Suatu hari sahabat saya (@ichabeldarmawan) menyapa lewat twitter untuk bergabung dengan proyek barunya yang diberi nama “Kisah Aku dalam 7 surat cinta” atau #KAD7SC. Mengapa memilih topik cinta? Tentu saja, kisah cinta begitu dinikmati oleh orang-orang karena cinta itu manusiawi. Sejujurnya saya tak pandai menyatakan perasaan cinta lewat surat cinta, apalagi satu arah. Mungkin karena terbiasa menulis surat cinta dua arah, yang berandai-andai sambil menunggu balasan dari seseorang. :P

Berbicara menganai surat cinta, banyak novel ataupun kumpulan cerpen yang memuat bagaimana surat cinta menjadi begitu berarti. Akan tetapi surat cinta terindah yang pernah saya baca adalah surat cinta dalam buku Laila Majnun karya Nizami. Saya membaca buku Laila Majnun pertama kali ketika duduk di bangku setara SMP. Ayah saya membelikannya langsung di pasar buku shoping. Membaca buku itu membuat saya tak berhenti menangis lantaran kisah cinta Laila dan seorang pemuda bernama Qais yang tragis. Nizami begitu puitisnya menuliskan surat cinta hingga cinta itu tidak hanya sekedar perasaan tapi juga pengorbanan jiwa raga. Kisah Laila Majnun mirip dengan kisah pasangan Romeo Juliet hanya saja kisah ini terjadi di Timur Tengah. Selain itu, Nizami juga melukiskan kisah itu dengan gaya yang sopan dalam balutan latar belakang budaya Arab. Seolah-olah dia ingin menggambarkan bahwa kisah yang abadi itu hanyalah milik Sang Pencipta dan kekasih-Nya.



Bagi saya, surat cinta tidak hanya menyimpan sejuta perasaan cinta sang penulis tetapi dalamnya juga ada segelumit rasa cinta yang ingin disampaikan kepada sang pembaca. Oleh sebab itu, saya tak ingin ada salah sangka dalam menulis “Kisah Aku dalam 7 surat cinta”. Ini memang surat cinta, tetapi lebih tepat jika disebut surat kisah cinta yang saya tujukan untuk setiap orang. Bukan untuk menunjukkan perasaan cinta saya terhadap seseorang akan tetapi untuk menunjukkan bahwa cinta itu ada dan setiap orang berhak mendefinisikan cinta.

always,
mazia chekova

Senin, 17 Januari 2011

Pseudo Love (Random)



Istilah Pseudo-love saya dapat dari Pseudoscience, n_n’ inpirasi in datang pada saat pelajaran Mr. Tony KH (Basic Natural Science).

Pseudo artinya ‘semu’ atau palsu. Kadang-kadang ketika kuliah pikiran saya terbang melayang jauuh dan mulai memikirkan hal-hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan mata kuliah,heu”. Jadilah PSEUDO-LOVE, artinya mungkin ‘Cinta yang semu’ atau ‘Cinta yang palsu’, ekhm. Saya mulai sedikit nakal untuk istilah yang satu ini. Seandainya Pseudoscience diartikan oleh scientist sebagai tubuh pengetahuan, metodologi, kepercayaan, atau praktek yang diklaim menjadi ilmiah atau dibuat untuk tampil ilmiah, tetapi tidak taat kepada metode ilmiah, tidak mendukung bukti atau hal masuk akal, atau tidak status ilmiah.

Istilah ini berasal dari Yunani akar-palsu (palsu atau berpura-pura). Maka seandainya Anda sebagai manusia-sedang mengalami penyakit klasik (utama) terhadap lawan jenis, alias jatuh cinta. Saya sarankan untuk meyakinkan baik secara realistis maupun nonrealistis bahwa perasaan Anda berbalas. Karena jika tidak, mungkin saja Anda saat ini sedang merasakan apa yang dinamakan PSEUDO-LOVE, n_n’ Ibarat cinta tetapi tidak sesuai dengan metodologi cinta, yaa… Anda mencintai tapi orang yang Anda cintai tidak mencintai Anda. Pseudo-love, awasi Cinta Anda sejak dini! :P

Selasa, 07 Desember 2010

Air, Mata Air dan Air Mata


Sudah lama tidak turun hujan. Desa kami kering kerontang. Tidak ada lagi air, mata air telah kering. Hanya air mata yang terus mengalir membanjiri pelupuk mata bayi-bayi di desa kami yang semakin hari semakin keras saja tangisan kelaparan dan kehausan itu. Bapak-bapak, ibu-ibu, pemuda-pemudi, anak-anak, tak kalah pula nenek dan kakek berbondong-bondong berlarian untuk berebut air ketika sebuah truk pengangkut air datang. Melihat keadaan ini memilukan. Semua pun tahu air itu tak akan cukup memenuhi kebutuhan satu desa ini. Akan tetapi ada kalimat sederhana yang mampu menyihir setiap orang untuk bertahan berebut air itu, ”Siapa cepat dia dapat!” Maka tak seorang pun diantara kerumunan itu akan mau berbagi apa yang telah didapatkannya. Semua mau air. Semua berebut air.

Begitu pula aku. Aku juga mau air. Di bawah matahari yang bersinar sangat terang tanpa menggunakan alas kaki aku ikut berdesak-desakkan dengan orang-orang itu. Dengan semangat membawa dua dirijen besar aku mengikuti aturan main mereka dengan mengantri. Bahkan meskipun sudah mengantri masih saja ada seorang ibu yang berteriak meminta belas asih semua orang yang ada disini. ”Bapak-bapak, mas-mas, tolonglah saya, anak saya lima tidak ada suami pada belum makan mau masak tidak ada air, tolonglah diringankan. Duh Gusti...”

Tidak ada yang mau peduli. Semua ingin air. Berulangkali aku memandangi ibu-ibu itu semakin aku ingat kata-kata ibuku ketika aku hendak berangkat mengambil air. Ketika seorang laki-laki berlari kencang sambil berteriak-teriak mengucapkan kalimat yang sama, ”Woi truk air sudah datang! Woi cepat! siapa cepat dia dapat!” Mendengar teriakan itu. Ibu segera membangunkanku dan menyuruhku untuk segera ikut antrian air itu sambil terus mengingatkan aku.

”Pokoknya harus sampai dapat, jangan keduluan orang lain! Dua dirigen itu harus penuh semua!” katanya. ”Aku nanti menyusul dibelakang! Ikutan mengantri juga!”
Aku pun mengangguk dan segera berlari, tak aku pedulikan alas kakiku, yang aku tahu hanya satu hal, Aku harus dapat air! Ditengah-tengah kerumunan itu tiba-tiba seorang laki-laki paruh baya melakukan hal yang membuat semua orang disini memperhatikannya dengan terkejut. Dia menarik ember seorang perempuan muda dan membuang air itu ke tanah, seolah-olah dia tak membutuhkan air. Padahal semua orang disini dengan susah payah mengantri, berlarian dan berdesak-desakan hanya untuk mendapat air. Ini musim sulit dan penderitaan bagi orang-orang kami. Tetapi laki-laki sinting ini dengan tanpa dosa merebut air orang dan membuangnya begitu saja, sungguh gila! Kemudian dia berteriak-teriak. ”Hei semuanya! Inilah yang telah dilakukan tuhan pada kita, tidakkah Dia mengerti? Makhluknya hampir mati karena kehausan dan kelaparan. Untuk apa Engkau menciptakan kami, jika akhirnya Engkau bunuh pula kami dengan kondisi haus dan lapar. Kyai-kyai itu berkata: Engkau menciptakan segalanya Tuhan! Air, tanah, api, dan bahkan airmata kami. Tidakkah mudah bagi-Mu menciptakan hujan! Aku takkan berhenti menghujat hingga hujan itu tiba!”

Aku hanya terdiam menatap lelaki itu. Entah mengapa aku begitu takut, apa jadinya jika Tuhan menjadi marah. Seketika aku justru merasakan udara yang semakin memanas dan hembusan angin yang begitu kencang. Dalam hati aku berbisik, ampuni kami Tuhan.


Yogyakarta, 1 Desember


*Gambar diambil dari michelch.deviantart.

Jumat, 29 Oktober 2010

Intermezo: My Past Journey :))


Perjalanan saya ke Inggris banyak ditanyakan oleh teman-teman & kerabat. Katanya, kenapa tiba-tiba bisa ke Inggris dan gratis pula?

Semua ini bermula dari diterimanya saya di program Global Xchange, sebuah program program pertukaran relawan (volunteering) antara remaja Indonesia dan Inggris yang diselenggarakan oleh British Council. Program ini berlangsung selama 5 minggu di Yogya—Indonesia dan 5 minggu di Luton—Inggris, kegiatannya beragendakan volunteering di beberapa work placement (biasanya sebuah LSM atau yayasan milik pemerintah) yang telah ditentukan, Global Community Day (GCD) dan Community Action Days (CAD). Sedangkan agenda kegiatan lainnya seperti training dan pengenalan budaya setempat. Mengikuti program ini selain bisa belajar berkomunikasi dengan bahasa inggris dan budaya, juga menambah skill dan pengetahuan kita mengenai berbagai macam isu-isu penting. 


Proses untuk bisa diterima program ini sebetulnya sudah sangat lama, sejak dinyatakan lulus 20 besar hingga 10 besar sejak bulan Februari dan program baru dimulai bulan Juni.
Ini link Global Xchange: britishcouncil.

Sebetulnya banyak sekali tulisan saya yang diposting di Blog ini berkaitan dengan kegiatan Global Xchange, tapi karena saya orangnya sedikit tidak teratur dan moody.^^ Jadi tidak terlalu banyak dijelaskan. Contoh postingannya yaitu, birthday suprise dari teman-teman sesama volunteer GX, Global Citizenship Day (GCD) beberapa puisi seperti Mimpi dan Aku akan Baik-Baik Saja atau juga cerpen A Song terinspirasi dari perjalanan saya di Inggris.

Jika ingin mengetahui lebih lanjut tentang Global Xchenge, berikut ini ada pula tulisan-tulisan sesama volunteer Global Xchange yang menarik untuk dibaca:
- introduction ditulis oleh Tika, salah satu participant GX
- semua berawal dari sini ditulis oleh Tika, salah satu participant GX
- not the team A or the team B ditulis oleh Tika, salah satu participant GX
- antara bus Luton dan Yogyakarta ditulis oleh Icha, salah satu participant GX
- Terima Kasih ditulis oleh Icha, salah satu participant GX

~cheers :)

Global Citizenship Day (GCD) -- Indonesia Phase

Our idea for Global Citizenship Day (GCD) is to discuss the role of youth in peace actions. An issue of peace is popular among young people or students, but awareness is not accompanied with the consciousness of peace to avoid conflict. Sometimes we unknowingly in our society if we do the trigger actions very often that may lead to conflict. In Indonesia, conflicts often happen, such as events in Poso, Sampit, or Aceh. While in Yogyakarta, such conflicts between gangs of senior or junior high schools are also often published by the regional and national mass media. For that reasons we picked the theme "Youth for Peace" in our GCD as a basis for raising awareness of the importance of the role of youth in promoting peace. However all of the people in this world want to live safely and peacefully without any fear or resentment because it is individual rights of every human.


In this time we invited expert speakers from the community of Peace Generation. The community consist of vibrant group of young people involved in voicing issues of peace among the youth, they also try to encourage youth people throughout the city to support and become part of the real action peace. Their presence in the GCD is to help convey the message of creating peace through discussions and games that can arouse inspirations from other volunteers about the awareness of peace.


Concept for GCD was to have everybody involved in discussion on definition and meaning of peace, sharing experiences about different background in their life, games, and then we would end with a declaration of peace. We also asked the volunteers to present their own definition and meaning of peace on a piece of paper which will be bound into a book that will become a souvenir if the Global Xchange (GX) program has finished. The sharing of different experiences was also become an important aspect to the discussion. The volunteers all come from different circles and backgrounds, so they will have different experiences on the issue of diversity and peace. With the implementation of experience-sharing activity, they will also enhance their understanding of each other and appreciate difference is not a hindrance. The name of the game that will be played is "Viva la Differentia", the main factor of the conflicts usually caused by the differences, therefore this time we invent a game to test the volunteer ability to accept differences among friends who are also a working partner in a team. The programme will be closed with the declaration of peace. This declaration was made GX team by dipping their hand in paint, and then transferred onto a piece of cloth. We hope that this declaration was not just a handprint, but volunteers really believe in staying away from conflict, promoting peace and harmony.



In the end we want to convey that conflict is often triggered by insignificant issues such as differences in individuals that wrongly considered abnormal. For example, differences in ethnicity, religion, or opinion. Yet every person in the world is different, as volunteers of the Global Xchange team 101 also come from different aspects of life. It is important for us all to understand the significance of being different in order to create a true peace in the world.

M.