Sebuah BBM darimu masuk pukul sembilan
malam. Aku hanya mengintip dari layar chats dan tidak membukanya. Pesan singkat itu berbunyi, Aku bisa minta bantuanmu? Ini sudah sekian lama sejak terakhir
kali kita saling mengirimkan pesan. Aku tak yakin untuk membuka pesan itu. Aku
berniat pura-pura tidak menyadari jika ada pesan masuk itu. Jadi kuputuskan untuk tidak
mengubah tanda pesan di BBM dari D menjadi R. Namun sebuah BBM lain masuk lima
menit kemudian, Ayahku menikah lagi.
Aku masih terdiam menatap layar handphoneku. Butuh waktu beberapa menit untuk meyakinkanku bahwa pesanmu itu bukan sekedar candaan atau hacking dari teman-teman usilmu. Aku memutuskan untuk menjawabnya dengan satu kata, serius?
Aku masih terdiam menatap layar handphoneku. Butuh waktu beberapa menit untuk meyakinkanku bahwa pesanmu itu bukan sekedar candaan atau hacking dari teman-teman usilmu. Aku memutuskan untuk menjawabnya dengan satu kata, serius?
Dan seperti apa yang kau katakan, Ayahmu
menikah lagi. Kau memintaku untuk membantu menguatkan perasaan adik perempuanmu
yang mungkin saja tidak sekuat perasaanmu. Anehnya, aku masih saja menerima
permintaan tolongmu dan mau berbagi kesedihan yang kau alami. Kita memang pernah
dekat, namun aku tak pernah menyangka bahwa aku akan menjadi orang pertama yang
kau hubungi disaat kau dalam keadaan resah seperti ini. Atau hanya disaat
seperti inilah aku ada dalam benakmu. Dari sekian banyak waktu yang kau
habiskan untuk bergelut antara kuliah dan berkerja, aku hanya ada disaat kau
dirundung masalah. Ironisnya aku merasakannya sebagai suatu kehormatan, bisa
berada sebagai seorang yang kau andalkan disaat perempuan mana pun tak lagi
mampu lagi kau harapkan.
Malam itu pula kau menceritakan
padaku bahwa ayahmu sudah lama memutuskan untuk menikah lagi. Kau berusaha
meyakinkan ayah untuk memberikan lebih banyak waktu hingga adik perempuanmu
tumbuh lebih dewasa namun dia tak lagi mau menunggu. Meski kau berulang kali
meyakinkan dirimu sendiri bahwa pernikahan itu bukan lagi soal pengkhianatan.
Tetap sulit menerima kenyataan bahwa ayah tidak lagi mencintai ibu dan ada
perempuan lain yang dicintai ayah. Lantas apakah cinta ayah kepada anak-anaknya
juga luntur selayaknya cinta ayah kepada ibu? Kenyataannya kita tak lagi harus
menjawab pertanyaan seperti itu karena kehidupan itu tidak hanya urusan cinta
semata. Realitas selalu
membuat kita mengesampingkan cinta yang terlihat seperti ilusi. Aku tak pernah
tahu, ayahmu menikah lagi karena mencintai perempuan lain atau karena ada hal
lain? Tetapi menurutku
bagi
ibu dan adik perempuanmu yang terlihat hanyalah hal yang sama, luka.
Malam lain, kau bercerita bahwa ayahmu
tak lagi berada di rumah dan memutuskan untuk menghabiskan Hari Raya tahun ini
di rumah istri barunya. Untuk alasan itulah dia memintamu pulang menemani ibumu. Karena
bertahun-tahun kau tidak pernah pulang, kau menyesalkan betapa sulitnya menemui
ibumu lagi dalam keadaan terluka. Kukatakan padamu, ibumu pasti akan
bahagia jika kau pulang karena dia mengetahui bahwa anak laki-lakinya begitu
pengertian terhadap ibunya. Kau akan menjadi laki-laki yang paling diharapkan
oleh ibumu, kataku dalam pesan terakhir.
Sejak semula kau membuatku seperti tersengat
listrik dengan kabar itu. Tapi hal yang terus aku pikirkan justru perasaanmu terhadap ayahmu.
Setelah tiga hari yang lalu, akhirnya aku beranikan diri untuk bertanya padamu, Ayahmu menikah lagi, kamu sakit hati? Lalu kau jawab, Iya, sakit itu ada,
tapi aku terpaksa memahami ayah. Begitulah. Ternyata memang mudah seorang laki-laki memahami laki-laki lain. Aku pun mencoba untuk memahami perasaan ibu
dan adik perempuanmu. Aku membayangkan seandainya aku adalah mereka. Mampukah aku memaafkannya? Mampukah aku menerima
kenyataan seperti itu? Aku sebagai perempuan mencoba memahami
perasaan-perasaan itu, perasaan perempuan-perempuan yang terluka. Namun
bagaimana dengan perempuan lain yang dinikahi oleh ayahmu? Haruskah aku
memahami perasaan perempuan lain itu? Apakah perempuan lain itu tidak memahami perasaan ibumu? Perempuan lain itu juga perempuan.
Jadi, benarkah perempuan selalu bisa merasakan perasaan perempuan yang lainnya? Terkadang aku tidak percaya.
M.
Semarang, Juli 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar