Aku selalu berharap bahwa hatiku seperti batu. Keras dan terjal. Tak mudah terbang terbawa angin, ketika terjatuh tak mudah hancur dan terluka. Dingin dan angkuh untuk sekedar ditemui. Kasar dan tajam untuk sekedar disentuh. Tetap bertahan meski diterpa hujan dan api. Tetap kuat meski dilempar dan diinjak-injak. Mampu merasakan hampanya dingin di malam hari dan panasnya terik matahari di siang hari.
Yah, barangkali seperti batu yang keras, tetapi dengan sendirinya akan luluh dengan rintikkan air yang terus jatuh tanpa henti dan berirama. Selayaknya filosofi batu dan air, jika berdekatan akan selalu menyatu dan tak akan pernah tahu jejaknya dari mana ia berasal.
Keinginan ini membunuhku. Karena aku tahu betul hati ini tak se-ampuh itu. Begitu mudah kau mengetuk hatiku. Membuatnya melayang menjangkau angkasa, berlayar mengarungi samudra tak bertepi. Membawanya menembus mimpi-mimpi masa depan seindah dongeng. Menjadikan aku begitu optimis menghadapi dunia yang begitu liar. Meyakinkan aku bahwa jalan menuju singasana itu ada.
Namun kau menjatuhkannya dan menjadikannya hancur berkeping-keping. Hingga aku ingin berteriak, sekeras-kerasnya. Menangis sepuas-puasnya. Berlari sekencang-kencang. Menyelam sedalam-dalamnya. Menempus malam kelam. Hanya untuk sekedar menahan luka. Karena itu, aku tahu betul bahwa hati ini tak sekeras batu.
Tak seperti itu.
Tak seperti itu.
M.
Yogyakarta, Juli 2012.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar