Kampung Kauman memiliki kenangan kuat di masa kecilku. Beberapa ingatan itu tergambar begitu jelas. Lampu-lampu yang berjajar sepanjang jalan berbentuk bola selayaknya globe ditancapkan pada tiang besi yang dihiasi dengan pot dari batubata berwarna hijau dan kuning. Aku juga ingat penjual lotek dipinggir gang menuju rumahku atau penjual jamu yang membuka warung remang-remang setiap sore hingga malam dihalaman rumahnya, warung itu terletak antara pohon jambu. Itu dulu. Kampung Kauman dulu jauh berbeda dengan Kauman yang sekarang. Aku mengingat Kauman sebagai kampung halaman. Walaupun hanya selama delapan tahun aku tinggal disana.
Kenangan paling melekat adalah ketika dibangku Taman Kanak-kanak. Aku bersekolah di TK ABA Kauman. Kala itu, aku selalu berangkat kesekolah sendirian. Hanya pak becak di depan rumah yang membantu menyeberangkan aku di jalan raya Kauman. Setelah itu aku berjalan sendirian ke sekolah yang jaraknya hanya sekitar 200 meter dari rumah. Terkadang aku merasa iri dengan anak-anak TK yang lainnya karena setiap harinya diantar oleh Ibu ataupun pengasuh. Para pengantar itu selalu menunggu di balik pagar besi sekolah berwarna hijau. Mereka begitu sabar menanti putra-putrinya. Terkadang mereka bercerita dan bergosip ria sambil menunggu pukul 11.00 tiba. Ketika sekolah usai, bahkan sang anak merengek-rengek meminta jajan. Sementara aku hanya bisa menatap mereka. Sambil berimajinasi mainan apa yang aku inginkan jika aku menjadi mereka.
Pernah suatu hari, aku menangis merenung dikamar hanya karena ingin seperti anak-anak TK yang lainnya. Diantar ke sekolah dan belikan mainan sepulang sekolah oleh ibu. Namun ketika ditanya kenapa aku menangis? Aku enggan mengungkapkannya. Aku hanya berdalih menangis karena alasan lainnya. Aku menyadari semenjak kecil mengenai peran ibuku di masyarakat terutama di Kauman. Ibuku selalu sibuk dengan kegiatan organisasi. Ibuku mencintai hal-hal semacam itu dan selalu mendorongku untuk melakukan hal yang sama.
Aku tak memiliki banyak teman ketika di taman kanak-kanak. Aku bahkan tak menonjol sama sekali. Aku tak pernah pandai menggambar ataupun berhitung. Maksudku tidak menonjol yaitu, aku tak pernah terpilih menjadi anggota pengibar bendera, aku juga tak pernah terpilih menjadi pembaca pancasila ataupun janji pelajar Muhammadiyah ketika upacara bendera. Aku benar-benar murid yang biasa-biasa saja. Ketika pertunjukan karnival drumband posisiku hanya sebagai pembawa bendera hiasan. Bukan pemegang drum, pianika, ataupun gitapati. Apalagi mayonet, ah mimpi.
Pada saat hari kartini tiba, aku selalu menggunakan pakaian adat yang sama setiap tahunnya, walaupun hanya dua tahun. Yaitu pakaian adat Sulawesi Selatan atau baju bodo. Bahkan ketika hari kelulusan di TK, aku juga menggunakan pakaian yang sama. Ketika aku bertanya, mengapa foto-fotoku TK ketika Hari Kartini selalu menggunakan baju Bodo? Ibu hanya menjawab, “Baju bodo tidak ribet, simple”. Maksudnya tidak perlu dandan menor, kebaya, jarik, sanggul, ataupun kemben selayaknya bakaian adat Jawa. Aku pun menyadari, itulah sebabnya aku tak pandai berdandan seperti wanita-wanita Jawa, semenjak kecil memang aku tak dilatih untuk berlenggak-lenggok dan berdandan. Semuanya harus serba simple.
Memasuki bangku SD, aku bersekolah di SD Muhammadiyah Suronatan. Masih sekolah Muhammadiyah. Saat itu nasibku berangkat sekolah lebih baik. Kadang aku diantar pagi-pagi dengan motor bersama dengan kakakku yang bersekolah di SD Purwodiningratan Dua. Aku dan kakakku berbeda sekolah. Ini adalah prinsip kedua orang tuaku. Mereka memasukkan anak-anaknya disekolah yang berbeda-beda, agar memiliki karakter yang berbeda pula. Dan memang terbukti.
Di bulan Ramadhan, Kauman sangatlah istimewa. Ada tabungan, jaburan dan pasar tiban. Aku tak sereligius yang dibayangkan. Pergi sholat tarawih hanyalah sebatas rutinitas. Tapi aku menyadari, membiasakan anak untuk berangkat tarawih sejak kecil bisa menjadikan sebuah pelatihan bagi anak untuk menimbulkan religiusitas sejak dini, eh. Entahlah. :) Yang aku nanti sebetulnya hanyalah jaburan dan tabungan. Jaburan adalah semacam snack yang dibagi setelah sholat tarawih. Sedangkan tabungan yang aku maksud adalah setiap hari kita diharuskan menabung dan setelah satu bulan penuh tabungan itu dibagikan, jadi kira-kira ketika takbiran tiba aku akan memiliki uang yang cukup untuk membeli sesuatu yang aku inginkan. Karena alasan itulah aku berusaha mendapatkan uang lebih dari limaratus rupiah dari bapak atau ibu setiap harinya.
Alasan lainnya untuk pergi tarawih dibangku SD adalah meminta tanda tangan imam tarawih dan merangkum materi kultum setelah sholat isya’ dalam buku ‘Laporan Kegiatan Bulan Ramadhan’. Konon buku itu sakti, bisa menaikan nilai pelajaran agama atau nilai budi pekerti di raport sekolah. Ada-ada saja.
Cerita mengenai pasar tiban lain lagi. Aku tak pernah ingat aku umur berapa aku bisa berpuasa penuh. Yang jelas tidak ketika di Kauman. Seingatku selama disana, aku hanya menjalankan puasa bedug, yah semacam pelatihan puasa untuk usia dini. Cukup menahan lapar dari sahur hingga dzuhur, kemudian puasa kembali hingga magrib. Tapi bagiku kala itu sangatlah berat, karena jajanan yang ada di pasar tiban setiap sore selalu menggiurkan. Masih ada hingga sekarang jajanan favourite keluarga kami, yaitu bakmi kopyok mbah Tukir. Bakmi Kopyok itu sebenarnya mirip dengan tahu guling, tetapi yang menjadi ciri khas adalah bakmi atau mie telor. Saat ini pasar tiban banyak diisi penjaja makanan yang justru berasal dari luar Kauman. Sehingga kini sulit dikenali lagi para penjual makanan yang memang benar-benar asli dari Kauman.
Aku selalu merindukan suasana Ramadhan itu di Kauman, bahkan hingga aku beranjak dewasa. Terkadang aku juga mendatangi pasar tiban bukan untuk membeli makanan. Tetapi untuk bernostalgia menikmati suasana kampung Kauman. Meski kini aku telah menikmati 12 tahun hidup di Kotagede. Akan tetapi dimataku masih terlihat gadis kecil berambut keriting berjalan menyusuri gang-gang kampung kauman sambil mengenakan seragam TK berwarna kuning dan hijau. Isi kepalanya penuh dengan imajinasi dan mimpi-mimpi magis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar