Senin, 25 November 2013

Interfaith Youth Pilgrimage: 10 Hari Perjalanan Ziarah Penuh Makna

“Experiencing the Sacred Spaces of the others” atau merasakan ruang suci dari (agama) lain inilah tagline dari program Interfaith Youth Pilgrimage (IYP), merupakan salah satu alasan diselenggarakan program ini. Berangkat dari keprihatinan atas peristiwa-peristiwa konflik yang kerap terjadi dengan mengatasnamakan agama di Indonesia, maka perlu adanya upaya untuk meningkatkan toleransi antar umat beragama di kalangan kaum muda, yang kelak akan menjadi penerus kepemimpinan di Indonesia. Para peserta IYP telah diajak untuk mempelajari mengenai bagaimana toleransi dan keberagaman dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari khususnya dalam “ruang suci” masing-masing agama.


Belajar dari Pengalaman Live in
Program ini telah berhasil memberikan pengalaman nyata utamanya dalam menghapus stigma atau prasangka buruk terhadap agama lain, seperti yang dialami oleh Masduri, peserta dari Madura yang merasa tersentuh dengan dalamnya umat Nasrani dalam melantunkan doa-doanya. Masduri menambahkan setelah mengikuti program ini menjadi lebih terbuka kepada siapa saja, tanpa melihat agamanya, karena kebaikan bisa datang dari siapa saja, termasuk dari umat beragama yang lain. 
Salah satu peserta bernama Firman, menyatakan perasaannya dengan mengikuti seperti menemukan kembali damai yang telah lama hilang di Negeri Indonesia ini. Firman yang juga merupakan mahasiswa Universitas Pattimura datang jauh-jauh dari Ambon Manise, Maluku khusus untuk mengikuti program ini, “Saya berangkat menuju Yogyakarta dengan meninggalkan rutinitas kuliah dan aktivitas lain dikampus biruku yaitu Universitas Pattimura Ambon hanya karena satu hal yakni lewat IYP ini dapat tercipta kembali trust diantara kami anak muda Indonesia yang berbeda-beda agama dan suku bangsa”. Keluarga Firman merupakan salah satu korban dari konflik agama yang terjadi di Maluku tahun 1999. “Bagiku semua momen dalam 10 hari perjalanan bermakna ini sangatlah berharga. Namun, momen yang tak kulupakan yakni ketika saya (sebagai seorang muslim) live in dirumah jemaat GKJ Sidomukti, Salatiga. Pada awalnya, saya merasa ada yang berbeda seperti ada semacam gejolak batin dalam jiwaku. Bagaimana tidak, saya berasal dari daerah konflik yang mengatasnamakan agama kemudian cara pandang saya telah dibentuk oleh sejarah atas duka masa lalu, dengan menyatakan, diluar agama saya (Islam) terutama Kristen adalah musuh (stigma dalam komunitasku). Kini saya diperhadapkan dengan realitas yang berbeda, tinggal serumah dengan mereka (keluarga jemaat)”. Namun, Firman justru menjadikan pengalaman berharga tersebut sebagai sebuah refleksi, dengan memaafkan dan tidak menyimpan dendam dari luka masa lalu. Dia menyadari bahwa perbedaan keyakinan tidak bisa dijadikan alasan untuk memicu permusuhan dan konflik. Agama bukanlah sumber kekerasan melainkan sumber kedamaian bagi sesama dan semesta alam.
Kisah lain datang dari Susanto, mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Budha (STAB) Syailendra. Susanto terkesan dengan pengalamannya live in di Pondok Pesantren, “Dari pengalaman tinggal di dua tempat pondok pesantren yang berbeda, disitulah saya mengetahui bahwa tidak semua pondok pesantren adalah sarang dari teroris atau gerakan kekerasan yang selama ini saya lihat di beberapa media masa”. Peserta yang lain, Geraldi D. Kongkoli berasal dari Poso, yang juga pernah live in di Pondok Pesantren Edi Mancoro Semarang, sangat terkesan dengan upaya transformatif pesantren tersebut dan mengubah stigma selama ini tentang pesantren dan tentang buruknya citra Islam.

Mencetuskan Petisi Perdamaian
Setelah mengikuti 10 hari perjalanan ziarah ke tempat-tempat suci, berdialog dengan berbagai komunitas agama dan live in di masyarakat, 28 peserta IYP merumuskan 7 poin petisi perdamaian sebagai hasil dari kesadaran mereka. Peserta adalah perwakilan dari berbagai daerah di provinsi Sumatra, Sulawesi, Jawa, Bali, Kalimantan, NTT, NTB, dan Maluku. Petisi ini menghimbau kepada generasi muda, masyarakat dan pemerintah Indonesia untuk lebih menghargai perbedaan nilai-nilai agama, menghapus prasangka, merawat keragaman, lebih menghayati nilai-nilai agama, menolak kekerasan atas nama agama dan secara khusus mengajak generasi muda Indonesia untuk menjadi inspirator dan agen perdamaian.


Program IYP ini di dukung oleh Kedutaan Besar Amerika Sertikat melalui program Alumni Engagement Innovation Fund (AEIF) 2013, dan dengan dukungan dari berbagai lembaga seperti Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS), Centre for Religious and Cultural Studies(CRCS) UGM, PSPP Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW), PERCIK, Peace Generation Bandung, Pondok Pesantren Edi Mancoro, Seminari Mertoyudan Magelang dan DIAN-Interfidei. IYP diselenggarakan dari tanggal 10-20 November 2013 di beberapa kota: Yogyakarta, Surakarta, Karanganyar, Salatiga, Semarang, Magelang dan Yogyakarta.
Tujuan IYP ini, seperti yang disampaikan Team Leader IYP, Elis Z. Anis, M.A. dalam pembukaan IYP (10/10) adalah untuk membangun pemahaman yang mendalam mengenai akar persoalan konflik agama di Indonesia dan menciptakan  strategi yang relevan dalam mengatasi konflik atau persoalan antar iman. Di akhir program, peserta IYP diharapkan mampu membangun komitmen dalam memperjuangkan perdamaian diantara umat beragama. Peserta menandatangani petisi perdamaian dan akan membagi pengalaman mereka melalui komunitas masing-masing dan melalui media massa.


Mazia Rizqi Izzatika,
Organizing Committee IYP Indonesia

Jumat, 22 November 2013

Menggoda


Aku tak tahu mana yang lebih benar. Laki-laki yang gemar menggoda perempuan atau perempuan yang menikmati ketika ada laki-laki yang menggoda. Entah mengapa selalu saja ada laki-laki yang iseng menggoda; Menatap malu-malu. Menyanjung dengan kata-kata romantis. Mengirimkan sajak-sajak puitis. Memutarkan lagu-lagu nostalgia. 

Sejak jumpa kita pertama kulangsung jatuh cinta.
Walau kutahu kau ada pemiliknya.
Tapi ku tak dapat membohongi hati nurani.
Ku tak dapat menghindari gejolak cinta ini.
Maka ijinkanlah aku mencintaimu Atau bolehkan aku sekedar sayang padamu. 
Memang serba salah rasanya tertusuk panah cinta.
Apalagi aku juga ada pemiliknya.
Tapi kutak mampu membohongi hati nurani.
Kutak mampu menghindari gejolak cinta ini.
Maka maafkan jikaku mencintaimu.
Atau biarkan kumengharap kau sayang padaku.
(Kala Cinta Menggoda oleh Chrisye)

Terkadang risih. Terkadang geli.

M.
Magelang menuju Yogyakarta, November 2013.

Jumat, 23 Agustus 2013

Penyuluhan Sampah Plastik di Padukuhan Dukuh, Desa Margoagung, Seyegan

Barangkali kita memang terlampau egois jika tak mau peduli dengan sampah. Kita adalah manusia penghasil sampah. Setiap harinya saja entah itu shampoo, bungkus makanan, kertas, barang elektronik, plastik pembalut ataupun rokok, benda-benda sederhana yang begitu dekat dengan kita justru menghasilkan sampah. Namun ketika kita bersanding dengan sampah, tidak sedikit dari kita justru enggan, jijik dan 'angkat tangan', seolah-olah kita adalah manusia yang tak pernah menghasilkan sampah. 

Permasalahan sampah yang terjadi didepan mata itulah yang menggerakan saya dan teman-teman untuk mengadakan penyuluhan tentang pengelolaan sampah, baik itu sampah organik ataupun non-organik. Keinginan saya untuk mengadakan program ini sebetulnya hanya sederhana yaitu lebih kepada pengembangan ibu-ibu dasawisma. Para ibu rumah tangga di Desa ini banyak memiliki waktu luang sehingga sangat baik jika waktu yang mereka miliki digunakan untuk melakukan kerajinan, akan lebih baik lagi jika kerajinan tersebut berkaitan dengan pengelolaan sampah. Meskipun ada juga alasan lain yaitu keprihatinan saya dengan kondisi pengelolaan sampah yang ada di Desa ini. Selama ini, sampah hanya dibuang begitu saja di sungai belakang rumah, tanpa ada seorang pun yang peduli akibat dari pembuangan sampah apabila terus menerus dilakukan. Mungkin bisa banjir. Mungkin bisa longsor. Mungkin bisa menjadi sarang penyakit. Padahal di padukuhan ini sendiri sudah ada warga yang terkena virus air kencing tikus, atau leptospirosis, mungkin adanya penyakit berbahaya ini cara lain Tuhan untuk mengingatkan kita agar lebih menjaga lingkungan. 

Mengerjakan program ini tentu saya tidak bisa sendirian, selain jauh dari keahlian studi saya, dalam beberapa hal saya masih harus mempelajari tentang pengelolaan sampah terutama sampah plastik, oleh karena itu saya melaksanakannya bersama dua teman saya dari klauster sainstek yaitu Umi (MIPA) dan Daniel (Teknik). Beberapa dari kami (mahasiswa KKN) memang sangat minim akan pengetahuan soal pengelolaan sampah, namun hal itu tidak mengecilkan semangat kami untuk berhenti begitu saja, kami berusaha mempelajari mengenai pengelolaan sampah, bahkan kami mendatangi beberapa tempat yang kira-kira bisa menjadi referensi untuk mendapat pengetahuan tentang pengelolaan sampah. Salah satunya, kami sempat mengunjungi Desa Wisata Lingkungan Sukunan, merupakan Desa di daerah Gamping, Yogyakarta yang terkenal sebagai tempat percontohan pengelolaan sampah, mulai dari sampah organik dan non-organik. 

Setelah mencari tahu informasi kesana-kemari akhirnya kami mendapatkan kontak pak Iswanto, yang kemudian kami tahu bahwa beliau adalah Dosen Poltekkes yang telah menggerakkan masyarakat di Desa Sukunan untuk melakukan pengelolaan sampah secara serius. Setelah mencoba untuk menghubungi Pak Iswanto, beliau justru meminta kami untuk menghubungi mbak Harti. Pada hari Jum'at, kami memutuskan untuk berangkat langsung ke Desa Sukunan untuk menemui mbak Harti tersebut. Diluar perkiraan saya ternyata Desa Sukunan tidak serapi dan sebersih yang saya kira, namun jika dibandingkan dengan desa lain yang ada di Yogyakarta, lingkungan Desa Sukunan memang terlihat terawat dan terjaga. Di Desa Sukunan juga telah disediakan peta bagi setiap pengunjung sehingga kami bisa mengetahui tempat-tempat yang dibuat khusus untuk pengelolaan sampah. Pada awal kunjungan, tempat pertama yang kami coba kunjungi adalah Lumbung Sampah, tempat ini pada dasarnya TPS (Tempat Pembuangan Sampah) yaitu tempat pengumpulan sampah dari sampah-sampah rumah tangga. Setiap rumah di Sukunan diharuskan memisahkan sampah organik rumah tangga mereka dan memasukkannya dalam bak pengomposan. Kemudian masyarakat akan mengolah sendiri pengomposan tersebut dengan komposter sebagai alat pembuatan kompos. 

Gambar 1. Klasifikasi sampah yang dilakukan oleh masyarakat Kampung Sukunan. 

 
Gambar 2. Lumbung sampah Kampung Sukunan beserta penggolongan sampah didalamnya.

Karena kami ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang Sukunan, maka kami pun pergi mencari rumah mbak Harti. Ketika kami sampai dirumah, semua mata kami langsung tertuju pada taplak meja yang terbuat dari bungkus indomie. Ternyat ambak Harti juga merupakan salah satu penyuluh tentang pengelolaan sampah terutama terkait dengan kerajinan dari sampah plastik. Maka kami pun mencoba melakukan wawancara singkat dengan mbak Harti, kami menanyakan berbagai macam masalah seputar pengelolaan sampah, serta tentang bagaimana mengubah mindset masyarakat Sukunan yang bisa bergerak bersama-sama untuk melakukan pengelolaan sampah. 

Mbak Harti menyatakan bahwa pelopornya yaitu Pak Iswanto, yang mengajak masyarakat untuk peduli melakukan pengelolaan sampah. "Awalnya sulit mengajak orang lain dan banyak yang mencibir, tapi makin lama ya yang mencibir malu sendiri, yang lain mau memilah sampah kok sendirinya tidak". Mbak Harti juga menyatakan bahwa pengelolaan sampah memang harus dimulai dari diri kita sendiri dan hal yang terkecil, sampah rumah rumah tangga, tidak bisa jika kita hanya memulainya dengan yang besar saja. Sebab sampah itu dihasilkan dari individu-individu. 

Masyarakat desa Sukunan membagi sampah menjadi 3 kategori, yaitu sampah plastik, sampah kertas, dan sampah logam. Warga memisahkan dengan cara menyediakan 3 macam karung berbeda di setiap rumah. Karung-karung tersebut dibedakan berdasarkan jenis sampahnya. Setelah karung-karung sampah yang berada di setiap rumah penuh, warga bisa mengumpulkannya ke dalam 3 drum besar yang telah disediakan di beberapa sudut desa. Dalam waktu yang telah ditentukan, drum-drum disetor ke TPS yang sudah dibangun di desa Sukunan. Jika jumlah sampah kira-kira sudah mencapai 1 truk, sampah dijual ke pengepul. Akan tetapi ternyata ada jenis sampah yang kurang diminati oleh pengepul. Sampah plastik yang berwarna dan dilapisi aluminium foil tidak mempunyai harga jual kembali yang tinggi, sehingga pengepul enggan mengambilnya. Sampah jenis ini biasanya berakhir dengan dibakar atau dikubur. Warga menyadari tindakan tersebut sangat tidak ramah lingkungan. Warga Sukunan mencoba menyikapi hal tersebut dengan mengolah sampah plastik menjadi barang yang lebih bernilai. Kemudian muncul ide-ide kreatif membuat tas, dompet, tempat ponsel, hingga tempat koran dari sampah plastik. Pada awalnya diadakan pelatihan rutin oleh ibu-ibu PKK untuk membuat kerajinan tersebut. Pada perjalanannya, hampir semua ibu-ibu Sukunan bisa melaksanakan produksi sendiri di rumah masing-masing. 

Nah ide-ide itulah yang ingin kami tularkan di Desa Margoagung, memulai pelatihan tentang pengolahan sampah plastik, penggunaannya serta pengolahannya. Awal mulanya kami mencoba mengadakan pelatihan pemilahaan sampah, sebab perilaku pemilahaan sampah memang sudah harus diterapkan sejak awal agar dapat membantu pengelohan sampah. Kami membuatkan semacam percontohan tempat pemilahan sampah, untuk rumahan melalui penyuluhan kepada ibu-ibu dasawisma di RT 01/02 di Desa Margoagung. Melalui percontohan ini kami harapkan masyarakat untuk dapat meneruskan pemilahan sampah. Pada percontohan pemisahan sampah dibagi menjadi tiga, yaitu sampah plastik, sampah organik dan sampah kertas. Hal ini sesuai dengan pemilahan sampah berbasis pemanfaatan. 

Gambar 3. Contoh pembuatan pemilahan sampah rumah tangga yang dibuat oleh Mahasiswa KKN 

Gambar 4. Penyuluhan sampah plastik dan gaya hidup go green. 

Sampah plastik dapat digunakan untuk kerajinan, sementara sampah organik dapat digunakan untuk pupuk kompos ataupun pupuk cair , kemudian saya bertanggung jawab untuk Penyuluhan tentang plastik, menggunakan model terkait dengan jenis-jenis plastik yang biasa digunakan untuk tempat makan atau konsumsi alternatif dan tidak sekali pakai. Pelatihan pengelolaan sampah ini dilaksanakan untuk memberikan ketrampilan lebih kepada ibu-ibu dasawisma agar bisa memanfaatkan sampah, khususnya sampah plastik, karena sampah plastik merupakan sampah yang sulit terurai. Selanjutnya untuk pemanfaatan limbah sampah organik, Daniel telah membuatkan dan memperkenalkan komposter, sebagai alat pengurai sampah organik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pupuk kompos atau pupuk cair. Ide pembuatan komposter ini dipelajari dari KP4 (Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian) UGM , yang juga merupakan Mitra dari KKN SLM 21. Dimana KP4 UGM juga melakukan penelitian serupa terkait starter atau zat yang dapat membantu mengembangbiakan bakteri pengurai sampah (mikroba) agar dapat menjadi pupuk, dengan demikian kami sebagai mahasiswa KKN dapat secara langsung mengaplikasikan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh KP4 UGM. Komposter yang diperkenalkan Daniel dan teman-teman KKN lainnya cukup sederhana yaitu berupa tong plastik yang diberi penyekat sampah semacam saringan, agar nantinya cairan dari sampah yang telah terurai menjadi pupuk cair atau pupuk kompos. 

Sementara Umi mengadakan pelatihan kreasi kerajinan tangan dari sampah plastik seperti bunga dari kantong plastik (kresek) atau botol plastik. Pelatihan yang diajarkan oleh Umi ini juga didapat dari workshop pengelolaan sampah yang berkerjasama antara KKN-PPM UGM Unit SLM 20 dan KP4 UGM di Berbah. 

M.
Yogyakarta, July 2013

Kamis, 22 Agustus 2013

Pelatihan Kaligrafi with Anak-anak Dukuh

Akhirnya program terakhir TPA, untuk belajar bareng nulis Kaligrafi terlaksana :) 
dan ini beberapa dari karya terbaik mereka:



Kamis, 08 Agustus 2013

Eid Mubarak!


Dear readers, taqobbalallahu minna wa-minkum, syiyamana wa-siyamakum, minal 'aidin wal-faizin, May Allah accept our fasting, prayers, our ruku’ and sujood, devotions and obedience. And that He increase our Iman, Syukr and guide us to become the Mutaiins. Aamiin.


Happy Eid al-Fitr!

M.
Yogyakarta, August 2013

Minggu, 28 Juli 2013

Penyuluhan Hukum Tindak Pidana Korupsi di Desa Margoagung, Seyegan, Sleman

Adanya penyelenggaraan program ini dimulai dengan sebuah permasalahan yaitu para pegawai kelurahan masih belum memahami jenis-jenis perbuatan yang dapat digolongkan dalam Tindak Pidana Korupsi sehingga terkadang mereka menentukan suatu kebijakan tertentu dengan niat baik bagi kepentingan masyarakat namun diketahui oleh LSM atau lembaga hukum lain yang ternyata kebijakan tersebut termasuk dalam jenis tindak pidana korupsi. Oleh sebab itu untuk memperluas pengetahuan para pegawai dan pejabat kelurahan Desa Margoagung dan mencegah terjadi perkara yang tidak diinginkan maka dibutuhkan penyuluhan atau pelatihan terkait dengan Tindak Pidana Korupsi dan Gratifikasi.


Pada tanggal 28 Juli 2013, KKN-PPM UGM berkerjasama dengan Pusat Kajian Anti Korupsi (PUKAT) UGM mengadakan Penyuluhan Hukum tentang Anti Korupsi dan Gratifikasi di Balai Desa Margoagung, Seyegan, Sleman. Dengan pembicara Faris Fachryan S.H. yang merupakan peneliti muda di PUKAT, membuka penyuluhan dengan penjelasan terkait dengan gratifikasi.


Acara ini berjalan lancar dengan dihadiri oleh 15 orang dari pegawai atau perangkat Desa dan pengurus Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD). Bahkan beberapa diskusi menarik sempat muncul dalam sesi tanya-jawab dengan pembicara. Pertanyaan yang diajukan oleh peserta penyuluhan adalah seputar gratifikasi yang sering terbentur dengan unggah-ungguh atau sopan santun yang telah ada di masyarakat Jawa itu sendiri. Pada dasarnya, kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang tindak pidana korupsi khususnya yang terkait dengan gratifikasi dapat menjadi penyebab keterlibatan seseorang dalam perkara korupsi khususnya gratifikasi. Di sisi lain, kurangnya pengetahuan tersebut dapat juga menyebabkan timbulnya rasa ketakutan yang berlebihan pada setiap orang penyelenggara urusan pemerintahan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing. Untuk itu, bagi Perangkat Desa dibutuhkan pemahaman yang tepat agar dapat berdampak positif dalam pelaksanaan tugas dan fungsi yang menjadi tanggung jawab setiap perangkat desa. 

KKN-PPM Unit SLM 21 menyelenggarakan kegiatan penyuluhan hukum ini diharapkan dapat dijadikan sarana untuk mendapatkan pengetahuan yang sebanyak-banyaknya dan dapat digunakan sebagai pengetahuan dalam menghindari diri sendiri dan rekan kerja lainnya dari keterlibatan dalam tindak pidana korupsi dalam hal ini gratifikasi.


Penanggung Jawab Kegiatan:
Mazia Rizqi Izzatika
Ghina Rahmantika
Fadhil

Selasa, 23 Juli 2013

The Other Side of Us

Dinginnya malam tidak membuat kita menyerah untuk kembali ke pondokan dan membungkus diri dengan selimut hangat. Kita justru melanjutkan perjalanan untuk menghabis sisa-sisa waktu menuju tengah malam. Hingga sampailah pada sebuah cafe yang sebetulnya berada tak jauh dari campus yang telah lama kita kenal. Malam itu kita bertujuh seperti masuk pada sisi lain dari pribadi masing-masing. Hingga percakapan tentang rasa dan ketertarikan dengan lawan jenis pun tak bisa dihindari. Entah mengapa selalu ada saja rasa ingin tahu tentang perasaan orang lain. 


Jika kalian selalu bertanya; mengapa malam itu aku menjadi begitu pendiam? Sifat asliku memang tak banyak bicara, introvert dan membenci keramaian. Dulu aku lebih memilih diam daripada mengungkapkan apa yang ada di dalam hatiku, kemudian aku berubah, lebih baik aku mengungkapkan daripada mengganjal dan menjadi luka. Namun kini aku paham, keduanya sama saja, jika tak digunakan tepat pada waktunya justru akan menjadi luka, yang berbeda hanya waktu. Kita setiap manusia memiliki bara di dalam dirinya, yang bisa tersulut kapan saja. Kita yang harus menjaga agar perasaan itu tetap pada porsinya.

Entah itu tentang perasaan perempuan yang mudah untuk direkayasa? atau tentang perbedaan antara rasa kagum dan rasa cinta? atau tentang perjalananmu untuk mengenali karakter setiap perempuan? Aku tak peduli. Aku tak punya niat terselubung untuk mengatakan bahwa "aku sedang ingin bermain-main". Aku hanya baru saja terluka. Semua tentang laki-laki serasa begitu skeptis, hingga membuatku berpikir "semua laki-laki itu sama saja, berbagi pada siapa saja dan lupa pada semua". Tapi yang pasti, hati manusia memang sangat mudah untuk berubah.

Aku menikmati setiap percakapan yang sama-sama kita semua lewati. Tak ada salahnya memang untuk lebih mengenali sisi lain dari seseorang. Meski ada segeliat pertanyaan; bukankah lebih baik jika kita diam dan hanyut dalam perasaan masing-masing tanpa perlu mengenal satu sama lain? Sebab kita adalah kumpulan peristiwa-peristiwa yang telah kita lewati. Kita semua berbeda dalam menjalani kehidupan. Namun disisi lain, bukan berarti kita dipertemukan hanya untuk sekadar berkenalan dan berkerja sama selama dua bulan, fate did not bring us together for nothing, isn't it?

Lesson learned. Proceed onward. Life, love and work, awaits.

M.
Yogyakarta, Juli 2013.