Selasa, 09 Juli 2013

Membaca ART|JOG|13 : Sisa-sisa Identitas Indonesia Negara Maritim

Apa yang kau suka dari mengunjungi sebuah galeri seni? 
Terkadang mengunjungi galeri seni atau pameran seni itu dapat memunculkan ide-ide kreatif sekaligus merasakan suasana artistik, keunikan yang mengena dengan objek yang penuh makna. Para seniman terbiasa berpikir diluar normalitas, dengan imajinasinya yang tinggi, pada titik-titik itulah rasa artistik itu begitu terasa bagi para penikmat seni. 


Dan entah mengapa sejak dua tahun yang lalu saya tidak pernah absen mengunjungi JOG|ART. Karya seni yang ditampilkan di JOG|ART selalu mengena; unik dan penuh imajinasi. Bagi saya, mengunjungi galeri seni merupakan cara lain untuk menumbuhkan inspirasi. Seperti tahun-tahun sebelumnya JOG|ART selalu ingin lebih daripada sekedar pameran seni. Untuk itu mengusung tema adalah suatu hal penting agar lebih memfokuskan diri bagi para seniman untuk menyampaikan kritik melalui karya seni. Tema yang dipilih kali ini adalah tentang Laut atau Marine, sesuatu hal yang sangat dekat dengan identitas Indonesia, namun menjadi kabur dan samar-samar karena tenggelam oleh berbagai macam problematika yang menjerat negara Indonesia.
Di depan pintu masuk JOG|ART|13

Jika melihat halaman depan Taman Budaya Yogyakarta (TBY), yang dikreasikan dengan bekas drum sehingga nampak seperti dinding kapal, dan beranda atas gedung juga disulap selayaknya dek-dek kapal pesiar. Para seniman ini dengan gaya artistik seolah-olah berupaya menunjukkan "Maritime Culture" dengan halus. 


Kini disela-sela kesibukan KKN, saya dan teman-teman menyempatkan diri untuk mengunjungi JOG|ART|13. Sesampai di muka gedung TBY, kami disambut oleh semacam carousel atau merry-go-around yang berisi boneka-boneka putih botak, yang sekilas sebetulnya nampak menyeramkan. Karya tersebut merupakan hasil dari Iwan Effendi berkolaborasi dengan Papermoon Puppet Theatre.  Karya ini diberi judul "Finding Lunang". 

Iwan Effendi berkolaborasi dengan Papermoon Puppet Theatre,"Finding Lunang"

Karya yang ditampilkan di ART|JOG|13 bukanlah karya-karya sembarangan saja, Direktur Eksekurif Art Jog, Satriagama Rakantaseta menjelaskan pihaknya menerima 1.423 proposal karya dari 829 seniman dari 5 negara yaitu Indonesia, Malaysia, Jepang, Australia, dan Amerika. Kemudian 139 karya dari 188 seniman pun terpilih untuk diikutsertakan dalam bursa pameran ART|JOG|13. Sementara karya-karya yang ditampilkan di JOG|ART|13 memang banyak mengingatkan kita akan sejarah negara kita yang pernah dikenal dengan negara Maritim.

Karya Agapetus A. Kristiandana, Surabaya
Sebuah karya unik yang tampilkan antara lain patung lumba-lumba dan buaya sedang bertarung, sehingga memunculkan legenda asal mula nama kota Surabaya, yang diambil dari kata suro dan boyo.
Borderless: Floating Islands oleh Entang Wiharso
Sebuah karya lain yaitu tentang pulau terapung dengan tema Borderless: Floating Islands karya Entang Wiharso, yang menggambarkan pergeseran generasi, dari masa muda, menjalin kehidupan bersama hingga akhirnya tua. Namun karya favorite saya adalah sebuah patung keramik polyester dengan bentuk seorang anak kecil sedang mengangkat ikan di atas kepalanya. 
Little Girl and the Fish karya Bunga Jeruk
See Through Rose-Colored Glasses karya Erika Ernawan dan Erik Pauhrizi
Atau karya Yani Mariani bertajuk "Samudra, Cakrawala, Garis Tangan", menyatir sebuah laku yang begitu dekat dengan kita "Nenek Moyangku seorang Pelaut", Yani mencoba mnegimajinasikan dalam karyanya agar kelak kita selalu mengenang bahwa kita pernah ada lahir dari garis tangan para pelaut, a tribute to the Mariners of the Archipelago.
Karya Yani Mariani bertajuk "Samudra, Cakrawala, Garis Tangan".
Teman-teman KKN :) 
Berhubung saya dan teman-teman KKN sendiri tidak memiliki banyak waktu, kami hanya sempat mengunjungi ART|JOG|13 pada pukul 21.00 sementara pukul 22.00 sendiri tempat tersebut sudah harus ditutup. Kurang puas rasanya jika harus menikmati pameran JOG|ART|13 dalam waktu yang begitu singkat. 

M. 
Yogyakarta, Juli 2013

Minggu, 07 Juli 2013

Penyuluhan Manajemen Sapi Potong di Desa Margoagung


Pada tanggal 7 Juli 2013 pukul 20.00 WIB di Balai Desa Margoagung, Kelompok Kuliah Kerja Nyata Program Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) UGM Sleman Unit 21 dari Universitas Gadjah Mada berkerjasama dengan Mitra Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM menyelenggarakan penyuluhan mengenai peternakan dengan tema “Sosialisasi dan Pelatihan tentang Manajemen Budidaya Sapi, Teknologi Pakan, dan Pengolahan Limbah Ternak”. Acara ini dihadiri oleh 40 peserta yang merupakan perwakilan dari kelompok petani ternak sapi di Dusun Watukarung I dan 2, Dusun Tegalgentan, Dusun Somorai dan Dusun Benteng. Adapun sambutan yang disampaikan perwakilan perangkat Desa oleh Ketua Bagian Kemasyarakatan menyatakan sangat mendukung atas terselenggaranya acara pelatihan dan sosialisasi yang diadakan oleh mahasiswa KKN-PPM Unit 21 dan KP4, sebab dapat meningkatkan sumber daya para petani ternak sapi. 






Tujuan dari penyelenggaraan acara ini adalah untuk memberi modal dasar bagi para petani ternak sapi untuk dapat terus mengembangkan kemampuan dan kapasitas mereka terutama dalam menangani berbagai permasalahan yang muncul terkait peternakan di Desa Margoagung seperti dengan pemberian pakan alternatif dan pengolahan limbah ternak agar menjadi lebih bermanfaat. Misalnya para petani ternak sapi di dusun Watukarung, Desa Margoagung mengalami permasalahan terkait pakan alternatif dan semakin tingginya harga konsentrat pakan sapi, selama ini mereka hanya memberikan pakan konvensional (hijauan). Selain itu masih banyak dari limbah ternak sapi yang selama ini kurang dimanfaatkan dan dikelola dengan baik oleh para petani ternak sapi. 

Melalui sosialisasi dan pelatihan ini, para petani ternak sapi akan dikenalkan dengan Burger Pakan Sapi atau pakan sapi komplit dengan kelebihan dapat dijadikan cadangan pakan sapi. Pemateri yang dihadirkan dalam acara ini yaitu Ir. Bambang Suhartanto, DEA. selaku dosen Fakultas Peternakan UGM dan peneliti KP4 mengemukakan teknologi pakan ini penting untuk diketahui oleh para petani ternak sapi, sebab Burger Pakan Sapi ini justru lebih meringankan beban para petani dalam memberi pakan, dapat pula menghindari pakan sapi dari bahaya jamur dan racun akibat disimpan terlalu lama. Kebiasaan para petani ternak sapi yaitu menumpuk pakan sapi dikandang pada saat musim panen dengan melimpahnya jerami atau rumput, sehingga apabila kadang sapi dalam keadaan basah atau lembab maka pakan sapi akan beresiko terkena jamur, yang justru akan semakin berbahaya bagi hewan ternak itu sendiri. 


Beliau juga menyampaikan kedatangan mahasiswa KKN PPM dari UGM di Desa Margoagung ini nantinya yang akan ikut mendampingi para petani ternak sapi untuk meningkatkan manajemen budidaya sapi, pelaksanaan teknologi pakan dan membantu pengolahan limbah ternak di Desa Margoagung, sebagai salah satu jembatan untuk transfer teknologi pakan sapi dari KP4 menuju masyarakat secara langsung.

Panitia Kegiatan, Bagian Humas
Mazia Rizqi Izzatika

Sabtu, 18 Mei 2013

Membaca Kota Melaka: Napak Tilas Kolonialisme Bangsa Eropa

Dalam setiap perjalanan itu selalu ada cerita dan wawasan baru yang menarik. Tak peduli seberapa singkatnya perjalanan itu. Saya beruntung bisa kembali mendatangi Melaka dan kali ini mempelajari lebih dekat tentang Kota bersejarah ini. Banyak hal menarik yang saya temukan. Tempat ini menyimpan masa lalu bangsa Asia Tenggara; potret kolonialisme bangsa Eropa. Tentang kenyataan adanya penjajahan terhadap bangsa Asia di masa lampau dan bukan hanya sekedar cerita-cerita yang pernah kita baca di buku-buku sejarah. 

Dulu saya sering mendengar nama Kota Melaka lewat buku-buku sejarah ketika di bangku SD atau SMP. Kota Melaka merupakan salah satu pelabuhan terpenting di kawasan Asia Tenggara pada zaman kolonial (sekitar abad ke 15), sebab merupakan tempat dimana kapal-kapal Portugis, Belanda dan Inggris transit sebelum akhirnya menuju pelabuhan-pelabuhan lain di wilayah Asia Tenggara. Selat Malaka sendiri hingga kini merupakan salah satu jalur pelayaran penting di dunia, sama pentingnya seperti Terusan Suez atau Terusan Panama. Selat Malaka membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik serta menghubungkan tiga dari negara-negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia: India, Indonesia dan Republik Rakyat Cina. 


pemandangan di Melaka (courtesy ICRS)
Melaka merupakan salah satu provinsi terkecil ketiga di Malaysia setelah Penang dan Perlis. Pemerintah setempat menjadikannya sebagai kota sejarah bahkan UNESCO telah menetapkannya sebagai salah satu World Heritage Site sejak tanggal 6 Juli tahun 2008. Hal itu karena kota ini memang menyimpan banyak hal-hal penting bersejarah terutama tentang masa Kolonial di kawasan Asia Tenggara. 

*** 

Pesawat kami mendarat sekitar pukul 20.00 waktu Malaysia (satu jam lebih awal dari WIB), 1 jam lebih lambat dari yang kami perkirakan. Rencana semula saya dan teman-teman ICRS ingin menikmati makan malam di Jonker Street, salah satu tempat kuliner di Kota Malaka. Namun rencana tersebut batal karena pesawat yang delay, maka malam itu kami harus puas menikmati menu nasi lemak dan ayam panggang di Bandara LCCT. Perjalanan yang harus kami tempuh dari LCCT ke Melaka sekitar 2 jam lebih. Sepanjang perjalanan toko-toko sudah mulai tutup dan jalanan terlihat sepi. Kami pun akhirnya tiba di kota Melaka sekitar pukul 22.00. 

Keesokan harinya, saya sempat berjalan-jalan menikmati kota Melaka, tempat pertama yang kami kunjungi adalah Stadhuys (dari kata State House atau Kantor Pemerintahan), semua bangunan disini ini sengaja di cat merah, konon hal ini karena kebanyakan etnis yang tinggal di tempat ini adalah orang-orang India, mereka gemar memakan atau mengunyah sirih kemudian membuangnya di sembarang tempat, untuk menutupi kotoran sirih tersebut kemudian orang-orang sekitar mencat seluruh bangunan dengan warna merah. 

Queen Victoria Fountain, Jam Gadang dan Dutch Square

Sedikit kearah barat terdapat Dutch Square, sebuah taman dengan kincir angin buatan nampak berdiri elok, diseberangnya sebuah tugu berukuran besar yang sekilas mirip Jam Gadang di Bukittinggi, Sumatera Barat. Terdapat pula air mancur yang diberi nama Queen Victoria Fountain tegak berdiri indah. Ketika saya tiba disana, Air mancur tersebut baru saja dinyalakan. Tugu air mancur ini sendiri dibangun pada tahun 1901 oleh Inggris ketika berada di Malaysia. tempat ini banyak membangkitkan imajinasi saya tentang zaman-zaman kolonial. Sangat terlihat bahwa Kesultanan Melaka saat itu cukup kooperatif dengan para pendatang. Simbol-simbol budaya Asia dan Eropa juga ditemukan dimana-mana seolah-olah di tempat ini telah bertemu orang-orang dari penjuru dunia seperti Kincir Air Belanda, Kapal Portugis, Gereja gaya Eropa, Pemakaman Cina, Jejak-jejak Laksamana Cheng Ho dan lain sebagainya. 

Disekitaran Malaka

Dari Jl. Merdeka, saya melanjutkan lagi perjalanan ke Portugese Wall, sebuah replika benteng Portugis. Disini saya menemukan kampanye unik anti perdagangan organ ilegal di Cina. Sebuah koran berbahasa Cina sengaja ditinggalkan secara gratis. Tentu saja saya tidak mengambilnya, karena sudah pasti saya tidak bisa membacanya. Isu perdagangan organ di Cina sempat terdengar santer di tahun 2009, tak menyangka bisa menemukan kampanye isu tersebut hingga sekarang. 

Museum Samudra merupakan replika dari ‘Flora de La Mar’, sebuah kapal Portugis.

Pemandangan di dalam the Maritim Museum atau sering disebut juga Musium Samudra

Selanjutnya saya menuju ke kawasan the Maritime Museum.Tempat ini unik karena berbentuk kapal dan merupakan replika dari ‘Flora de La Mar’, sebuah kapal Portugis yang tenggalam di lepas pantai Melaka saat dalam perjalanan ke Portugal dan membawa barang-barang jarahan dari Melaka. Kapal ini berukuran 34 meter, 36 meter panjang dan lebarnya 8 meter. Di dalamnya terdapat benda-benda terkait dengan peralatan kapal seperti senjata, mata uang, diorama momen penting di Malaka, replika cabin kapten kapal dan ada juga replika kapal-kapal yang pernah datang ke Malaka. Disini pula saya dapat memahami perbedaan bentuk dan ciri khas dari setiap kapal Portugis, Inggris, Belanda ataupun India. 

Dataran Sungai Melaka

Di dataran sungai Melaka sebelah barat Kincir Air Melayu, dibangun tempat jalan kaki pinggiran sungai yang terbuat dari kayu. Di sana disediakan bangku-bangku sehingga bisa menikmati pemandangan sepanjang sungai dan pantulan bayangan bangunan hotel Casa del Rio yang cukup indah dan romantis. Suasana ini tidak nampak seperti Asia, terkesan seperti berada di pinggiran Kota Kanal. Melaka sebetulnya mirip dengan Stasiun Kota Tua Jakarta, seandainya pemerintah Jakarta mau lebih serius, mungkin bisa ditata lebih indah dan bersih daripada Kota Melaka.

Melaka River Cruise

Beberapa pemandangan selama menyusuri Sungai Melaka
Saya juga sempat menikmati Melaka River Cruise dengan kapal Memee no. 26, kami menyusuri sungai Melaka. Pemandangan di kanan-kiri cukup menarik. Bangunan rumah-rumah gaya kuno masih tetap dijaga nilai historisnya, selain itu warga setempat juga menghiasinya dengan lukisan dinding (graffiti) yang memiliki nilai seni khas setempat. Sungai Melaka juga dibiarkan natural tetapi dijaga kebersihannya. Beberapa tempat dipinggiran sungai sengaja ditanami Mangrove yang menjadi tempat sarang Biawak. Saya sempat melihat beberapa ekor biawak diantara batang dan akar Mangrove. Sepanjang sungai kami juga melewati berbagai macam jembatan seperti Jambatan Hang Tuah, Jambatan Pasar, Jambatan Kg. Jawa, Jambatan Tan Kim Seng, dan Jambatan Old Bus Station. 

Arsitektur Istana Kesultanan Malaka (Sultanate Palace) berupa Rumah Panggung

Di dalam kompleks Istana Kesultanan Malaka

Di kompleks Istana Kesultanan Malaka (Sultanate Palace) sendiri merupakan replika istana Kesultanan Melayu, bangunan museum ini mirip sekali dengan rumah panggung yang ada di Sumatera. Hal ini semakin membuat saya sadar bahwa Malaysia dan Indonesia benar-benar berasal dari satu rumpun yang sama. Selain itu ada beberapa bangunan peninggalan Portugis yang letaknya mengelilinginya. Yang paling terkenal adalah Benteng A Famosa, nama itu berasal dari kata Fortaleza de Malaca berarti Kubu Malaka atau Benteng Pertanahan Malaka, merupakan benteng pertahanan yang dibuat oleh Portugis setelah menaklukkan Malaka pada tahun 1511. Mereka menawan masyarakat setempat dan menyuruh secara paksa untuk membangun benteng tersebut. Bahan dasar bangunan tersebut diambil dari runtuhan masjid dan bangunan-bangunan sekitar lainnya. 

A famosa dan Reruntuhan Gereja St. Paul

Selain benteng, di kompleks ini bisa ditemui juga reruntuhan gereja tua yang sudah tak lagi terpakai, Gereja St. Paul. Di sebelah gereja ini ada kompleks pemakaman peninggalan Belanda, sementara kompleks kesultanan dikelilingi oleh gereja, benteng dan kuburan Belanda karena Melaka adalah bekas jajahan Inggris, Belanda dan Portugis. Seolah-olah untuk mengekang kekuasaan pihak Istana Melaka mereka mendirikan semacam fortless border di sekeliling istana, berupa benteng, kuburan dan Gereja. 

Museum-museum lain di Melaka

Sebetulnya di Malaka ada beberapa tempat menarik lainnya yang belum sempat saya kunjungi seperti Dataran Pahlawan, Menara Taming Sari, dan St. Francis Xavier’s Church. Ada banyak juga museum menarik yang berkaitan dengan sejarah Melayu dan Asia seperti Museum Kastam, Museum Rakyat, Museum Setem Malaka (Mallaca Stamp Museum), Museum Melayu Dunia Islam, dan Museum UMNO.

***
Saya banyak mendapatkan pengetahuan dengan mengunjungi tempat ini, termasuk bagaimana pemerintah setempat menata dan menjadikan tempat ini sebagai tempat wisata yang unik dan menarik. Kemajuan Malaysia juga tidak lepas dari bagaimana cara mereka mempelajari sejarah bangsanya. "Study the past if you would define the future", kira-kira begitulah Confucius mendefinisikan betapa pentingnya kita untuk mempelajari sejarah di masa lalu. Bangsa Indonesia juga pernah dijajah selama ratusan tahun dan kita tidak boleh lupa akan hal itu. Masa lalu bagi seorang modern adalah tempat merujuk ke arah perkembangan, sebab hal itu bagian dari proses belajar untuk terus maju dan tumbuh.


M.
Melaka, 10 Mei 2013

Sabtu, 09 Februari 2013

Membaca Perempuan Baik-Baik



“The most painful thing is losing yourself in the process of loving someone too much, and forgetting that you are special too.”
— Ernest Hemingway (Men Without Women) 



Memang tak ada yang lebih menyakitkan selain dinilai rendah oleh orang yang selama ini kita cintai diam-diam, tapi semoga saja aku hanya rendah di matamu bukan di hadapan Tuhan. Sebab aku tahu betul, aku selalu berusaha menjaga hati agar menjadi perempuan baik-baik

M.
Yogyakarta, Februari 2013.

Rabu, 06 Februari 2013

Membaca Perempuan Lain (3)



Membandingkanku dengan perempuan lain itu seperti membandingkan antara kopi dan teh. Kita berbeda rasa, warna, dan aroma meskipun sama-sama sejenis minuman. Kau bisa saja menyukai keduanya tetapi kau takkan pernah menemukan rasa yang sama. Kau bisa saja memulai penjelajahanmu untuk terus mencari rasa lain, yang berbeda atau mungkin yang terbaik. Tapi bagiku, perjalanan rasaku telah menjadi buntu karena bayangan-bayanganmu. Kamu adalah huru-hara di hatiku.

M.
Yogyakarta Februari, 2013

Selasa, 01 Januari 2013

Membaca 2013

It's time to welcome the fresh New Year with fresh hope, fresh expectations, forget the past just think about ahead. Happy New Year 2013 to all :)

Wishing you all the courage to continue, along with a happy, healthy, and prosperous New Year! 

M, 
Yogyakarta, January 2013. 

Sabtu, 29 Desember 2012

Membaca Curahan Hati


Terkadang apa yang tersimpan di dalam hati, hanya mampu terungkap melalui kata-kata. Mungkin ada banyak cerita yang seharuskan aku katakan, semua itu tersendat dalam liang kerongkonganku dan tertelan dengan pahitnya kenyataan.

M, 
Yogyakarta, December 2012