Selasa, 27 Desember 2011

Resensi Buku: When China Rules the World


Judul Buku : When China Rules the World (Ketika China Menguasai Dunia), Kebangkitan Dunia Timur dan Akhir Dunia Barat
Pengarang : Martin Jacques
Penerbit : Buku Kompas
Tebal : 606 Halaman


Buku yang ditulis oleh Martin Jacques ini mengurai tentang peradaban Cina di mulai dari sejarah, ekonomi, militer—keamanan dan arsitektur kemegahan Cina sendiri. Buku ini pertama keluar semenjak tahun 2009, cetakkan pertama di Indonesia sudah sejak Juni, 2011 dan kini sudah hendak memasuki tahun 2012. Masih relevankah untuk di baca? Tentu saja. Pergerakan Cina saat ini telah mengalami masa yang lebih kompleks karena peranannya dalam menghadapi tekanan-tekanan baik dari internal maupun eksternal. Cina secara bersamaan besar tapi miskin, kuat tapi lemah. Dan di sana, sampai perubahan atmosfir ekonomi-politik terjadi, hal itu akan tetap sama, meskipun tingkat pertumbuhannya cukup dan prestasi ekonomi yang meningkat.

Martin Jacques juga mengakui bahwa masalah-masalah ekonomi itu ada bahkan saat Cina terengah-engah dengan ekstrapolasi pertumbuhan ekonomi. Dalam hal ini Jacques berkontribusi dalam menunjukkan kekuatan ekonomi Cina melalui berbagai variabel. Pertama, dalam masa percobaan, Cina telah mengizinkan hak penduduk untuk memiliki tanah pribadi. Kedua, Foreign Direct Investment (FDI) telah menuangkan dana ke Cina lebih dari $ 500 miliar. Ketiga, dibandingkan dengan Uni Soviet, Cina telah menghancurkan semua harapan kegagalan bagi masa depan negara bekas sosialisme-kapitalisme. Keempat, penurunan kemiskinan telah membantu mengurangi permasalahan krisis ekonomi bagi warga Cina. Mungkin faktor yang paling jelas adalah tenaga kerja mana yang mungkin mencapai 1 miliar pada 2020. Dengan demikian Cina tidak hanya memiliki ekonomi mengukuhkan sebagai sebuah kekuatan ekonomi, budaya yang unik dan masyarakat Cina yang akan membantu mempertahankan stabilitas politik dan ekonomi. Secara keseluruhan, masa depan Cina yang dominan mungkin muncul tak terelakkan. Cina sebagai negara adidaya ekonomi menyajikan implikasi monolitik dengan segudang konsekuensi. Meski tetap sulit bagi kita menerima pendapat bahwa terlalu muluk-muluk jika Cina nantinya akan memerintah dunia sebagaimana modernitas Barat yang didefinisikan—dalam demokrasi, nilai-nilai Pencerahan, kapitalisme dan kemajuan dengan masa lalu Cina yang sangat erat dengan sosialisme-komunisme.

Cina bukan negara bangsa (nation state), begitulah Martin menulis, melainkan suatu keadaan peradaban (civilization). Hal menarik untuk dikaji adalah bagaimana posisi Cina sebagai sebuah peradaban ini bisa lebih menguasai ketimbang sebagai negara. Misalnya saja dia menganggap bahwa sebetulnya sejak tahun 1800 perekonomian dunia bukan Eurosentris tetapi sudah Polisentris dimana Cina dan India sebagai perekonomian terbesar. Pernyataan ini menganggap bahwa bukan tidak mungkin jika masa itu akan datang kembali, dengan pertumbuhan Cina dan sumber daya manusia yang dimilikinya.

Secara historis, Cina telah menganggap dirinya sebagai berada di pusat dunia dan telah menerima pandangan-pandangan kelompok lain sebagai superioritas, sebuah rasisme yang tertanam dalam jiwa Cina, Jacques berpendapat provokatif. Kong Hu Chu akan menjadi kepercayaan kuat bagi masyarakat Cina untuk terus tumbuh, sebuah negara pusat yang kuat dan murah hati dalam memperbaiki kondisi rakyat. Dalam hal ini seolah-olah muncul pandangan bahwa Komunisme adalah ekspresi kontemporer Konfusianisme. Ini adalah bagian yang paling eyecatching dari Cina saat ini, seolah-olah mengajak untuk waspada akan datangnya nilai-nilai Asia yang secara tidak langsung memasuki kehidupan manusia di segala penjuru. Namun, kedekatan antara Konfusianisme dan Komunisme bukan merupakan wawasan baru tentu saja.

Bagaimana pun Inggris, Perancis, Jerman dan Amerika Serikat juga peradaban negara, didefinisikan sebagai budaya dan sejarah yang berbeda dalam batas yurisdiksi mereka melalui bahasa atau hukum misalnya. Semua dalam berbagai cara bahwa bentuk dari Pencerahan Eropa (Renaissance) ini bisa diakomodasi dengan melacak nilai-nilai inti untuk republik Roma dan para filsuf Yunani.

Buku ini pernah menjadi buku paling laris dan mengagetkan, karena sifat topik dan realitas kondisi geopolitik Cina yang juga semakin berpengaruh. Bagi mahasiswa Hubungan Internasional, buku ini sangat direkomendasikan baik yang secara langsung mengkaji kondisi politik Cina, Asia Pasifik atau pun secara tidak langsung mengkaji. Tidak salah jika sabda Rasullullah, “Tuntutlah ilmu sekalipun ke negeri Cina” merupakan cerminan jiwa yang visoner.

1 komentar: