Kamis, 19 Desember 2013

Membaca ‘Arab’ Lewat Biennale Jogja XII Equator #2

Biennale Jogja XII Equator #2 yang bertema Indonesia Encounters Arab Region dengan tagline “Not A Dead End”. Sebetulnya penuh tanda tanya. Namun bukan seni namanya jika mudah dimengerti. Arab Region dikenal sebagai tempat yang memiliki kesan eksklusif karena dibumbui oleh aturan syariat-syariat agama, terutama Islam. Bagaimanakah budaya Arab mengekspresikan dirinya dihadapan sebuah sistem penegakan syariah yang begitu ketat? Membaca pameran ini sepertinya akan menemukan banyak hal yang menjadi jeritan dari seniman-seniman Arab Region di negara asalnya. Meskipun ada beberapa karya dari seniman-seniman Indonesia yang sangat menarik untuk dinikmati. 

courtesy photos by @narastika

Benar saja, sesampai di Jogja National Museum, ada banyak karya seni yang menurut saya merupakan sebuah kritik terhadap kekuatan Arab. Bagian Arab banyak menjadi tempat-tempat suci sehingga menjadi simbol kesyakralan agama. Melanjutkan tanda Tanya, mengapa ‘Arab Region’ bukan ‘Middle East’?  padahal jika ingin menilai dari letak geografis, istilah-istilah semacam Middle East tentu terdengar jauh lebih geografis. Maka saya menduga disini ada kekuatan Arab sebagai magnet tertentu. 


Karya dengan judul "Taman Berbulan Kembar (Garden with Twin Moon)"  oleh Eko Nugroho yang berkolaborasi dengan Daging Tumbuh.

Karya Eko Nugroho yang berwujud; patung dengan menggunakan mukena (semacam alat sholat bagi perempuan) diletakkan dihadapan dinding bertuliskan Hypocrite dengan samar di tembok, sebuah kritik akan suatu sistem yang seolah religius namun secara sembunyi-sembunyi menjilat sistem itu sendiri. Maka yang terlihat oleh mata adalah keindahan dari simbol religious, sementara yang samar-samar ya 'Hypocrite'.

Kita harus bersikap bijak dalam menghadapi realitas yang kerap muncul dari hubungan mispersepsi ajaran dan problematika yang muncul di masyarakat. Tentu kerap mendengar istilah yang Arabisasi, beberapa intelektual semacam sejarawan Phillip K. Hitti atau ulama Gus Mus sering menyitir, “Islam itu bukan Arab”. Meski Islam lahir dan tumbuh di tanah daerah Arab, tidak lantas semua budaya Arab merupakan serta merta ajaran Islam, begitulah kira-kira.

 M.
Yogyakarta, Desember 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar